Purworejo, NU Online
Lagi Gak Butuh Tuhan (LGBT) itulah tema mentereng dan provokatif, yang dijadikan bahan diskusi Wolulasan: Jamaah Maiyah Purworejo, Jumat, 26 Februari 2016 di Sekretariat IPNU Jl Sibak No 18 Purworejo, Jawa Tengah. Setelah Al-Qur’an dibacakan dan puluhan peserta berkumpul, diskusi dimulai dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
LGBT kini menjadi sebuah isu yang sedang marak diperbincangkan. Namun tujuan membahasnya bukanlah untuk latah menanggapi keadaan, atau dalam filsafat Jawa yaitu ojo kagetan, ojo gumunan!: jangan mudah kaget dan kagum). Lebih dari itu, Maiyah mencoba mencari ilmu dari gejala dan kejadian. Seperti salah satu prinsip Maiyah itu sendiri: Jangan sampai ada suatu peristiwa pun berlalu tanpa diambil ilmunya, hikmahnya. Tidak mencari siapa yang benar, tapi apa yang benar.
Pembahasan dimulai dengan mencari definisi masing-masing singkatan dari L.G.B.T. Maklum, banyak peserta yang masih asing dengan istilah itu: L adalah Lesbian, yaitu wanita yang memiliki orientasi seksual dengan sesama wanita. G adalah gay, yaitu pria yang memiliki orientasi seksual dengan sesama pria. B adalah biseks, yaitu orang (entah lelaki atau wanita) yang memiliki orientasi seks dengan kedua-duanya (lelaki dan wanita). Adapun transgender adalah ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya.
Anjar Duta Pamungkas, salah satu penggiat Maiyah Purworejo, mengaku pernah meneliti kasus ini di lapangan beberapa tahun silam. Dan pada faktanya, memang LGBT sebenarnya sudah lama di Indonesia, bahkan banyak variannya.
"Lesbian saja, ada empat varian. Pertama, Butchy: sosok maskulin dengan ciri-ciri berpenampilan layaknya seorang cowok. Di dunia lesbian, butchy alias buci berperan sebagai cowok dalam sebuah hubungan. Kedua, Femme: Sosok feminis dengan ciri-ciri berpenampilan layaknya seorang cewek. Di dunia lesbian, femme berperan sebagai cewek dalam sebuah hubungan. Ketiga, Andro : Sosok yang bisa dua-duanya. Di varian label andro ini masih dibagi menjadi dua kelompok lagi. Ada Andro Butchy (AB) dan Andro Femme (AF). Kalau andro femme (AF) biasanya berpenampilan tomboy tapi tetap terlihat girly (hatinya masih femme dan berperan sebagai femme). Beda sama andro butchy (AB) AB biasanya berpenampilan seperti butchy tapi masih ada sifat ceweknya dan berperan sebagai butchy (setengah butchy). Keempat, tanpa label: Sosok yang tidak mau diberi label (femme, butchy, andro)," jelas Anjar panjang lebar.
Ustaz Mufid dan Firdaus menjelaskan hokum LGBT. Keduanya menegaskan ketidakbolehan perilaku LGBT dengan menyuplik kisah Nabi Luth. Imam Nawawi, dalam Raudhatut Thalibin wa 'Umdatul Muftiyyin juga secara eksplisit menghukuminya.
"Pemasukan vagina ke vagina, termasuk juga di dalamnya homoseksual pria (liwath) adalah bagian dari perbuatan keji dan dosa besar."
Kemudian, terkait beberapa kalangan Islam sendiri yang mendukung LGBT dengan mengatakan bahwa kalau Allah SWT menghukum kaum Nabi Luth karena hubungan sesama-jenisnya, mengapa Allah SWT tidak mendatangkan bencana kepada Belanda, Amerika dan negara-negara yang melegalkan homoseks? Menjawab pertanyaan ini, Firdaus mengatakan, umat Nabi Muhammad SAW beda dengan umat nabi terdahulu.
"Kalau sebelum Nabi Muhammad SAW, jika ada penyelewengan syariat, Allah SWT langsung mengazabnya. Namun tidak pada umat Nabi Muhammad SAW, Allah begitu merahmatinya. Jika tidak di hari kemudian, kelak di akhirat," ungkapnya.
Ustadz Mufid dalam kesempatan itu menjelaskan, "Salah satu fitrah manusia itu hanya bercumbu dengan istrinya. Jadi, kalau ada orang yang berhubungan seksual dengan yang bukan haknya, itu namanya sudah menyalahi fitrah!" ungkapnya.
Kemudian, pembahasan menuju label yang dipakai dibalik para aktivis LGBT yaitu Hak Asasi Manusia (HAM). Konsep HAM pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke, yang merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik.
"HAM sekarang dipakai orang untuk berbuat sekehedak dirinya sendiri. Padahal, orang lain, juga memiliki hak. Hak seseorang dibatasi oleh orang lain. Soal penindasan dan pendiskriminasian memang dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Namun, LGBT yang menurut para ahli psikologi dan fitrah manusia jelas-jelas menyimpang, tidak perlu dilegalkan, justru harus dibina,” sahut salah seorang peserta.
Meskipun begitu, ia buru-buru menambahkan, adalah suatu kesalahan memusuhi, mendiskriminasi, dan mencemooh pelaku LGBT. “Itu tidak dibenarkan. Mereka tetap sama-sama makhluk Tuhan yang perlu diarahkan jika berbuat kesalahan!!!" katanya dengan berapi-api.
Salah seorang peserta menambahkan, "Apa saja yang dari Barat, seyogynya perlu difilter, karena tidak semua yang dari sana itu baik. Indonesia bukan Belanda, Inggris, atau Amerika. Kita punya tujuan yang beda, kultur yang berbeda dan jalan yang beda pula." imbuhnya.
Para peserta berkesimpulan, orang-orang yang sudah menghilangkan Tuhan dalam kehidupan ini, seakan-akan: Lagi Gak Butuh Tuhan. "Tuhan sudah mati", kata Nietzsche. Dan penggalan kalimat itu, tidak boleh ditanggapi secara harfiah, seperti dalam "Tuhan kini secara fisik sudah mati". Sebaliknya, itulah cara Nietzsche untuk mengatakan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak lagi mampu untuk berperan sebagai sumber dari semua aturan moral atau teologi, atau manusia sudah tidak butuh lagi dengan Tuhan. Uang, kekuasaan dan logika atau rasionalitas menjelma menjadi berhala modern. Mereka berdalih mengabdi kepada kemanusiaan. Aturan agama sudah tidak dianggap relevan. Padahal, sejatinya, tidak ada Hak Asasi Manusia, adanya Hak Asasi Tuhan.
Namun, pelegalan LGBT adalah suatu hal yang tidak bisa dibenarkan. Seorang dokter yang mengatakan: "Anda itu sakit, dan perlu diobati", bukan berarti menghina. Dengan ini, seperti sikap resmi PBNU, negara perlu menyiapkan rehabilitasi bagi pelaku LGBT dan masyarakat tak perlu mengucilkannya. Selain itu, banyak virus LGBT-LGBT dalam wajah lain yang menjangkiti masyarakat Indonesia, perlu untuk segera introspeksi diri. (Ahmad Naufa/Mukafi Niam)