Daerah

Mari Wujudkan NU Mandiri, Hilangkan Intervensi Pihak Luar!

Jumat, 26 Januari 2018 | 15:02 WIB

Pringsewu, NU Online
Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung Agus Mahfud mengatakan bahwa wacana kemandirian NU sebenarnya merupakan reaksi dari kerinduan warga NU terhadap NU yang tidak bergantung kepada bantuan pemerintah, penguasa, pengusaha atau calon-calon legislatif seperti calon-calon kepala daerah. 

"Dari sini khittah NU 1926 menjadi lebih penting untuk dijadikan acuan. I'anah (iuran) warga NU yang menjadi kas jam'iyah (organisasi) lebih besar nilai dan manfaatnya daripada kas musiman yang hanya akan merendahkan marwah (kehormatan) jam'iyah. NU yang aktif kapan pun, bukan yang aktifnya musiman," tegasnya pria yang biasa disapa Gus Mahfud ini, Jumat (26/1).

Banyak sejarah dan peristiwa yang membuktikan dan menunjukkan betapa kemandirian jam'iyyah NU ini dapat semakin tampak kemaslahatannya, sangat bisa dirasakan kehadirannya, juga segala aktivitasnya betul-betul hidup. Hal ini dilakukan dengan menutup dan mengakhiri intervensi dari pihak luar terhadap jam’iyah NU.

"Adanya intervensi pihak luar ini akan berpengaruh terhadap marwah NU ke depan dan gerakan NU tidak lagi independen. Baik intervensi dari partai politik (parpol), pemerintah, penguasa atau pengusaha sekali pun," tegasnya.

Ketika pengurus NU di semua level kepengurusan mampu menjaga jarak dengan intervensi politik, kepentingan pengusaha, penguasa dan pihak luar yang lain, maka marwah organisasi dan ketulusan berkhidmahnya juga sangat akan terasa getarannya.

"Tidak hanya itu, umat pun merasakan jam'iyah NU ini sangat ngopeni dan dekat dengan dirinya, sehingga tentang keuangan dan kas NU, baik dari i'anah para pengurusnya dan “koin-koin surga” dari warganya, akan menggerakkan roda khidmah NU menjadi anggun dalam kemandiriannya," jelasnya.

Oleh karenanya, ia mengajak kepada seluruh pengurus NU untuk menata organisasi yang jauh dari intervensi pihak luar terlebih jelang pemilu ataupun pilkada dan pilpres.

"Jangan sampai pemilihan ketua NU, hanya didasari atau melihat finansial, ketokohan dan atau kedekatan sang calon terhadap kepala daerah atau para pengusaha, tanpa melihat seberapa besar perhatian dan kontribusinya terhadap NU selama ini," harapnya.

Dengan semua ini diharapkan optimisme kemandirian NU akan semakin terbukti dan tidak terwarnai oleh orang-orang yang dulunya ogah-ogahan berkhidmah di NU, ketika mempunyai kepentingan, berubah menjadi seolah-olah dialah yang paling NU.

"Orang-orang ini bisa dikategorikan NU bimsalabim atau NU "nunut urip" meminjam istilah Kiai Hasyim Muzadi," katanya seraya berharap NU terhindar dari pengaruh asupan-asupan nutrisi yang tidak penting sehingga kemandirian NU akan terwujud. (Muhammad Faizin/Abdullah Alawi)