Daerah

NU Batu Nilai AHWAL Dini Hilangkan Madorot

Rabu, 6 Februari 2013 | 23:00 WIB

Batu, NU Online
Kalaupun ada yang menyatakan bahwa menggunakan metode Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwal) pada suksesi kepemimpinan di PWNU Jatim sebagai kemunduran demokrasi, namun hal itu dianggap sepi oleh beberapa PCNU, termasuk PCNU Batu.

<>

Ketua PCNU Batu, H Hadzim Sirojuddin, SH pada NU Online (6/2) menendaskan sangat mengapresiasi langkah PWNU Jatim yang akan menggunakan metode Ahwal. "Jangan dilihat dari sisi kemunduran demokrasinya, namun coba lihat kemaslatanan yang akan didapat," katanya. 

Pak Hadzim sangat merasakan betapa ekses dari pemilihan umum secara langsung selama ini ternyata telah membuat mentalitas masyarakat semakin memprihatinkan. Kebenaran hanya dilihat dari berapa nominal uang yang diterima, tidak lebih dari itu.

"Celakanya, praktik seperti ini juga melanda beberapa fungsionaris NU di beberapa tingkatan," katanya menyayangkan. Ia juga menyadari bahwa sistem Ahwal bukanlah jaminan bahwa yang akan terpilih adalah mereka yang benar-benar sesuai harapan. 

"Namun dengan model perwakilan yakni sistim Ahwal, maka itu akan lebih positif dan bersih," lanjutnya.

Hal ini berdasarkan pengalaman dirinya yang selama dua periode dipercaya sebagai pimpinan thariqah. "Dan khusus di NU, kebetulan hanya jam'iyah thariqah yang menggunakan metode Ahwal tersebut," katanya. Sehingga Pak Hadzim dapat memberikan perbedaan mencolok antara pilihan secara langsung dengan sistem perwakilan atau Ahwal.

Oleh sebab itu, ia mengharapkan Ahwal akan menjadi titik balik bagi upaya mengembalikan NU kepada jati diri yakni sebagai organisasi kebangkita para ulama. 

Ia mengingatkan bahwa tidak semua demokrasi itu bermanfaat, namun ada sisi negatif yang mengiringi. 

"Karena itu, Ahwal adalah upaya meminimalisir unsur riswah dan akan bisa menjamin kebaikan NU di masa mendatang. Ini harapan, dan semoga semua peserta Konferensi dapat mendukung," katanya menyudahi pembicaraan.

Ahwal merupakan konsep lama yang pernah digunakan NU di masa lalu dan terakhir digunakan pada Muktamar Situbondo (1984), namun konsep ini akan dipadu dengan sistem demokrasi NU seperti diatur pada Anggaran Rumah Tangga NU pasal 42 sehingga konsep ini menjadi konsep baru yang akan dilaksanakan pertama kali oleh PWNU Jatim. 

Ahwal terdiri dari sembilan kiai yang dipilih oleh rais se Jatim. Mekanismenya, sebelum konferwil NU Jatim, PCNU melalui rapat gabungan syuriyah dan tanfidziyah mengusulkan tiga nama calon dari mana saja di daerah Jatim sebagai rais syuriyah dan ketua tanfidziah. Kemudian ditabulasi oleh panitia yang hasilnya akan diumumkan secara terbuka di hadapan peserta konferwil. 

Nama-nama itu akan diambil sembilan peringkat teratas untuk syuriah (sembilan nama yang disebut 'ahlul halli wal aqdi) dan sembilan teratas untuk tanfidziah. Musyawarah akan dipandu pimpinan PBNU.

Sistem baru yang merupakan hasil penyempurnaan pola lama dengan pola baru itu  bertujuan melaksanakan amanat konstitusi dengan baik dan benar, memilih pemimpin yang mempunyai kompetensi maksimal, menghindari pengaruh ekternal dalam menentukan kepemimpinan, menangkal "riswah" atau suap yang sering disebut dengan politik uang dan juga menangkal intervensi eksternal berupa calon dadakan atau calon bayaran. 

 

Redaktur      : Hamzah Sahal
Kontributor  : Syaifullah