Yogyakarta, NU Online
Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama (PCINU) Belanda berbagi tips dengan 30 santri pondok pesantren LSQ ar-Rahmah, Yogyakarta. Kegiatan itu dikemas dengan pelatihan menulis artikel bertajuk “Ayo Menulis, Ayo Sekolah di Belanda” pada Rabu dan Kamis (10-11/1).
Ketua Umum Organisasi Santri Keluarga Ar-Rahmah (OSAKA), Muhammad Farid Abdillah berharap dengan adanya acara ini akan ada perkembangan keterampilan kepenulisan di kalangan para santri, terutama dalam menulis artikel.
Lepas pembukaan, acara dilanjutkan dengan sesi pelatihan menulis artikel. Nor Ismah, sebagai fasilitator, meminta para santri untuk memperkenalkan diri. Kemudian disambung dengan melihat dan menilai artikel yang sudah ditulis oleh setiap santri sebelum mengikuti workshop.
Menurut Ismah, cara ini berguna untuk menemukan apa yang tidak ada pada tulisan sekaligus berbagi kepada orang lain. Ia juga menekankan pentingnya penulisan judul yang baik.
“Kata-kata yang tidak penting dalam judul, sebaiknya dihapus saja agar tidak terlalu panjang,” jelas penerima beasiswa LPDP tersebut.
Ketika pembahasan sampai pada persoalan sumber data, ia menegaskan bahwa penyajian data dianggap penting sebagai penguat argumen yang hendak dibangun oleh penulis.
“Semakin jelas dan spesifik data, semakin mudah kita membangun argumen pendukung,” lanjut mahasiswi Universitas Leiden ini. “Dan sebenarnya, dalam menulis apa pun baik artikel, opini, bahkan cerpen, kita tetap membutuhkan data,” imbuhnya.
Pada hari kedua peserta mendengarkan tuturan pengalaman mendapatkan beasiswa dan sekolah di Belanda oleh Saeful Mujab. Ia baru saja menyelesaikan studi masternya di Vrije Universiteit Amsterdam untuk kajian Peace, Trauma, and Religion.
Alumni IAIN Walisongo ini menjelaskan beberapa alasan kenapa ia memilih kuliah di Belanda, khususnya di almamaternya itu. Salah satunya karena fakultas yang dipilihnya di Vrije Universiteit masuk dalam QS World University Rangkings.
“Di Belanda juga ada PCINU. Dan saya merasakan manfaatnya bisa aktif di organisasi ini,” tuturnya.
Peserta tampak antusias menyimak penjelasan para fasilitator. Pada sesi “burning questions” mereka diberi kesempatan untuk bertanya tentang apa saja terkait kepenulisan dan sekolah di Belanda.
“Sebenarnya sejauh mana plagiarisme itu, Bu?” tanya salah seorang peserta, setelah ia bercerita tentang pengalamannya meng-copy paste sumber lain untuk tulisannya. Sementara ada juga peserta yang bertanya tentang dilema untuk menentukan apakah meneruskan kuliah atau mengabdi di pesantren.
Salah satu peserta workshop, Muhammad Wahyudi, mengatakan, “Saya secara pribadi sangat beruntung dapat mengikuti acara ini karena memperoleh hal-hal baru dari mahasiwa-mahasiswi Indonesia yang sedang dan telah selesai studi di Belanda.”
Kegiatan dua hari yang merupakan kerja sama PCINU Belanda dengan Komunitas Matapena itu ditutup dengan doa bersama pada pukul 16.00 WIB. (AHN/Abdullah Alawi)