Sejarah Empal Gentong Cirebon: Sudah Ada Sejak Abad Ke-14 dan Jadi Simbol Akulturasi Budaya
Senin, 3 Maret 2025 | 19:00 WIB
Joko Susanto
Kontributor
Cirebon, NU Online
Empal gentong Cirebon memiliki sejarah yang menarik. Makanan khas ini berasal dari Desa Battembat, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon.
Nama "empal gentong" merujuk pada bahan utama dan cara memasaknya, yakni kata "Empal" yang merujuk pada daging sapi dengan sedikit lemak, sedangkan "gentong" merujuk pada periuk tanah liat yang digunakan untuk memasak.
Empal gentong Cirebon memiliki ciri khas yang unik, yaitu dimasak menggunakan kayu bakar dari pohon asam dan disajikan dalam gentong atau kuali tanah liat. Cara memasak yang seperti itu sudah dilakukan secara turun-temurun dan memberikan rasa yang khas pada empal gentong.
Selain itu, empal gentong Cirebon memiliki hubungan dengan sejarah kuliner Cirebon yang dipengaruhi oleh budaya Timur Tengah. Empal gentong Cirebon menjadi simbol toleransi dan akulturasi budaya dalam kuliner khas Cirebon.
Dalam perkembangannya, empal gentong telah menjadi salah satu kuliner khas yang paling populer di Cirebon, dengan banyak penjual empal gentong yang tersebar di seluruh kota. Salah satu penjual empal gentong yang paling terkenal adalah Mang Darma (sejak 1948).
“Sejak abad ke-14, Cirebon merupakan wilayah melting pot (titik temu), wilayah pertemuan beberapa kebudayaan. Ini juga menjadi pengaruh pada kuliner sehingga mendapatkan akulturasi budaya, seperti tahu gejrot. Ada perpaduan antara budaya Cina dan lokal,” jelas Casta, Budayawan Cirebon, kepada NU Online, pada Senin (3/3/2025).
Awal mula munculnya kuliner ini terjadi pada wilayah Cirebon yang mendapat pengaruh budaya pedagang Arab dan India.
“Cirebon ini memiliki local genius yang kuat, sehingga tidak akan kehilangan ciri khas budayanya sendiri meskipun menghadapi akulturasi budaya,” terang Casta.
Casta menyebut, kuliner Cirebon terbagi menjadi dua bagian. Ada yang muncul bersamaan dengan ritus keagamaan seperti pipis dan apem. Ada juga yang lahir dari penyerapan adaptasi terhadap budaya asing yang masuk ke Cirebon pada masa lalu.
Sejak lama, masyarakat menggunakan makanan sebagai strategi adaptasi untuk mengenal budaya lain. Masyarakat Cirebon diakui sejak dahulu terbiasa hidup dalam keberagaman.
“Makanan itu bagian dari strategi adaptasi masyarakat zaman dulu. Apalagi masyarakat Cirebon yang suka campur-mencampur, seperti nasi lengko dan docang. Itu bukti kita terbiasa hidup di dalam keberagaman,” tuturnya.
Selain itu, kuliner Cirebon bukan hanya memiliki nilai budaya dan spiritual, melainkan makna kehidupan. Di antaranya dilarang makan sambil jalan, dilarang memakan makanan yang jauh dari pandangan.
“Makanan itu bukan hanya mengenyangkan, tapi juga mengatur perilaku kehidupan. Dari kecil saya diajarkan tidak boleh minum di tengah makan dan ternyata secara medis memang tidak baik buat kesehatan,” kata Casta.
Usai melewati perjalanan sejarah yang panjang, kuliner khas Cirebon perlu dilestarikan agar tetap terjaga, salah satunya inovasi kemasan kaleng yang bisa dikirim ke luar kota maupun luar negeri yang sudah ada di warung empal gentong H Apud.
"Perlu ada payung hukum agar kuliner-kuliner tersebut tidak kehilangan jati diri Cirebon ke depannya," harap Casta.
Terpopuler
1
Bacaan Doa Kamilin Lengkap dengan Latin dan Terjemah, Dibaca Setelah Shalat Tarawih
2
Ngaji Daring Ramadhan Bareng Kiai NU: dari Gus Mus, Kiai Afif, Gus Hilmy, hingga Gus Ulil
3
Ragam Versi Doa Buka Puasa, Lengkap dengan Latin dan Terjemahnya
4
Kultum Ramadhan: Jangan Lewatkan Keberkahan Sahur dan Buka Puasa
5
Berikut Jadwal Ngaji Daring Bersama NU Online Selama Ramadhan 2025
6
Kultum Ramadhan: Puasa, Ibadah yang Menyehatkan Jiwa dan Raga
Terkini
Lihat Semua