Ajie Najmuddin
Kontributor
Siaran di Radio Republik Indonesia (RRI) pada 1 Oktober 1965 memberitakan sebuah gerakan militer bernama Gerakan 30 September (G 30 S) yang dipimpin Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion Tjakrabirawa.
Belakangan, kemudian diketahui gerakan yang disebut oleh Presiden Soekarno dengan istilah Gestok (Gerakan Satu Oktober) tersebut, di antaranya terkait penculikan dan pembunuhan enam jenderal serta satu orang perwira dari Angkatan Darat. Momen tersebut menjadi kado pahit bagi Angkatan Bersenjata yang akan merayakan HUT pada 5 Oktober.
Namun, yang tidak dinyana, efek dari peristiwa G 30 S tersebut, yakni kekerasan dan pembunuhan massal yang kemudian terjadi hampir di seluruh pelosok Tanah Air.
John Roosa dalam buku Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto (ISSI dan Hasta Mitra, 2008; hlm 26) menuliskan, Suharto membesar-besarkannya sedemikian rupa sehingga peristiwa itu tampak seperti sebuah konspirasi nasional berkelanjutan untuk melakukan penangkapan dan pembunuhan massal, termasuk kepada mereka yang tidak ada kaitannya dengan G 30 S.
“Bahkan para petani buta huruf di dusun-dusun terpencil, ditampilkan sebagai gerombolan pembunuh yang secara kolektif bertanggung jawab atas G 30 S. Setiap orang yang ditahan militer dituduh sebagai “langsung atau tidak langsung terlibat dalam Gerakan 30 September,”
Media massa sendiri yang dapat diandalkan menjadi sumber informasi masyarakat, mengalami pembatasan pemberitaan setelah peristiwa tersebut. Hampir semua surat kabar diberangus dalam pekan pertama Oktober 1965 dan diterapkan sensor terhadap beberapa media yang mendapat ijin terbit kembali.
Karena itulah, masyarakat tidak banyak yang tahu apa sebenarnya yang tengah terjadi di saat itu. Termasuk koran milik Nahdlatul Ulama (NU), yakni Harian Duta Masjarakat (DM).
Berikut ini beberapa berita penting yang ditulis DM pada kurun waktu tersebut.
1. Edisi 1 Agustus 1965
DM edisi awal Agustus, menuliskan headline Minta Perhatian Kitab Islam Kufur. Beredar di Masyarakat, sebuah brosur kecil berukuran saku yang berisi kurang dari 24 halaman. Brosur itu berjudul Kitab Ilmu Kufur yang berisi beberapa keterangan yang menyerang dan merendahkan agama Islam.
Hal tersebut kemudian menjadi perhatian serius Menteri Agama saat itu, KH Saifuddin Zuhri. Bila di zaman sekarang, informasi-informasi serupa, masih banyak bertebaran di dunia maya dan media sosial.
Hal lain yang menjadi sorotan DM di edisi tersebut, yakni terkait program landreform, sebuah kebijakan politik agraria pada masa Presiden Soekarno pada tahun 1960-1965.
“Siang malam petugas Djawatan Agraria bersama Panitia Anggota Landreform bekerdja untuk dapat menjelesaikan pekerdjaan mereka… jang diharapkan akan selesai seluruhnja pada achir tahun 1965 ini.”
Landreform hadir sebagai kebijakan reforma agraria yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 mengintensifkan penggunaan lahan melalui pendistribusian lahan kepada petani penggarap dengan membatasi kepemilikan tanah individu.
Dalam penerapannya, landreform memunculkan konflik nasional dan lokal di tengah Pembebasan Irian Barat dan Konfrontasi Malaysia. (Imam Maulana dkk, 2020)
2. Edisi 7 Agustus 1965
Pada halaman kedua diberitakan, harga barang-barang kebutuhan pokok sudah di luar kemampuan daya beli rakyat umum. Hal tersebut memanggil para kaum perempuan dari Kongres Wanita Indonesia untuk turut menyuarakan suara akan keadaan ekonomi yang makin merosot.
3. Edisi 10 Agustus 1965
Singapura Lepas dari Malaysia. Itulah headline koran DM hari Selasa, 10 Agustus 1965. Pada masa itu, hubungan Malaysia dengan Indonesia tengah memanas. Maka, berita lepasnya Singapura menjadi santapan lezat media massa di Indonesia. Bahkan, dalam Induk Karangan (tajuk rencana) DM menuliskan:
“Djelas, lepasnja Singapura merupakan pukulan langsung ke muka Kuala Lumpur… kedjadian ini membenarkan sepenuhnja sikap kita, bahwa Malaysia jang dibentuk bertentangan dengan persetudjuan Manila,”
4. Edisi 18 Agustus 1965
Bangsa Indonesia merayakan 20 tahun kemerdekaan. DM menuliskan isi pidato Bung Karno pada amanat HUT Proklamasi ke 20 di Istana Merdeka, yang berdurasi lebih dari dua jam lamanya. Ya, dua jam. Pidato tersebut berjudul "Tjapailah Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)".
“Didahului dengan teriakan jang menggema Allahuakbar tiga kali, selandjutnja dinjatakan bahwa kekalahan kita tidak mungkin lagi, sebagaimana djuga kemenangan imperialisme tidak mungkin lagi,”
5. Edisi 23 Agustus 1965
Sekretaris Umum PP GP Ansor, H A Chalid Mawardi mengusulkan adanya penambahan kata Beriman, pada slogan 2M 3B yang diucapkan Bung Karno, sebagai semboyan untuk muda-mudi. 2M yakni Menyanyi dan Menari. Sedangkan 3B yakni Belajar, Bekerja, dan Berjuang. Barangkali slogan 3B ini yang kemudian diadaptasi oleh IPNU: Belajar, Berjuang dan Bertakwa. Menurut Chalid, beriman merupakan dasar moral kelima semboyan bagi kaum muda.
Berita yang tak kalah penting, yakni terungkapnya dokumen penting terkait Amerika Serikat yang menyebarkan mata-mata di Irian Barat.
“Dinjatakan bahwa dari dokumen2 jang berhasil disita.. ternjata AS telah menjusun rentjana untuk mengadakan pengatjauan di seluruh kota2 besar Irian Barat pada 17 Agustus 1965. Akan tetapi rentjana AS itu berhasil digagalkan,”.
Apakah hal ini berkaitan dengan tambang emas di sana? Di masa kini, tentu kita bisa menebaknya.
6. Edisi 3 September 1965
Dalam sebuah acara rapat umum di Manado, Waperdam I / Menlu Subandrio menganjurkan agar rakyat mengambil alih pimpinan dari para pencoleng, yakni kekuatan neo-kolonialisme baik di dalam maupun luar negeri.
“Kekuasaan harus berada di tangan rakjat. Dan kamulah jang menentukan hantjurnja pentjoleng2 itu,”
Di artikel lainnya, Subandrio melalui siding KOTI/KOTOE mengatakan RI tidak akan mengakui Singapura, selama masih bercokol di bawah Inggris.
7. Edisi 4 September 1965
Sejumlah Banom NU, antara lain GP Ansor, PMII, Pertanu, Sarbumusi, IPNU, dan lain lain menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kedubes India di Jakarta. Mereka turut menyuarakan kemerdekaan bagi rakyat Kashmir, sebuah wilayah yang hingga kini masih diperebutkan antara India dan Pakistan.
Ketua I PP GP Ansor, M Jusuf Hasjim menuntut agar tentara India ditarik mundur dan membiarkan rakyat Kashmir menentukan nasibnya sendiri.
8. Edisi 11 September 1965
Ketua Umum PBNU KH Idham Chalid menyatakan dengan tegas di hadapan setengah juta peserta rapat akbar yang diselenggarakan PCNU Gresik, bahwa Islam harus menjadi dasar perjuangan bagi umat Islam, dan warga NU mesti teguh dalam jalur perjuangan ini.
“Oleh karena itu, siapa sadja jang baik terhadap agama, baik djugalah dia dengan NU. Siapa jang berkawan dengan agama, berkawan djuga lah dia dengan NU. Dan siapa jang tabrakan dengan agama, dia akan bertabrakanlah dengan NU!”
Demikianlah sejumlah berita dari koran Harian Duta Masyarakat, menjelang peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) atau Gerakan Satu Oktober (Gestok). Tentu, peristiwa demi peristiwa dapat menjadi penghubung, mengapa bangsa Indonesia saat itu, begitu mudah dipecah belah. Ekonomi yang merosot parah, kenaikan harga sembako, rentannya tersebar hoaks, situasi konflik yang terjadi antarnegara, dan tentu campur tangan negara lain, yang memiliki kepentingan tersendiri di Indonesia.
Ajie Najmuddin, penikmat sejarah, penulis buku "Menyambut Satu Abad NU 'Sejarah dan Refleksi Perjuangan Nahdlatul Ulama Surakarta dan Sekitarnya"
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
3
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua