Fragmen SEJARAH KECIL NU

Gara-gara Tak Jujur, Diran Dipecat sebagai Anggota dan Diuber Pengurus NU Jember

Selasa, 4 Maret 2025 | 03:17 WIB

Gara-gara Tak Jujur, Diran Dipecat sebagai Anggota dan Diuber Pengurus NU Jember

Simbol Nahdlatul Ulama (Foto: NU Online)

Pada tahap awal pengembangan organisasi, Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) tidak menetapkan syarat yang rumit bagi setiap daerah untuk membentuk cabang-cabang. Sebagaimana disebutkan pada statuten NU tahun 1930, pasal 5, hanya dibutuhkan 12 orang anggota untuk mendirikan cabang: 


“Pada suatu tempat yang ada anggota sedikitnya 12 orang boleh di situ diberdirikan satu afdeeling (cabang). Bila belum ada anggotanya 12 boleh diadakan satu korespondensi yang selalu mengadakan perhubungan dengan hoofd-bestuur (pengurus besar). Satu anggota yang berumah di suatu tempat yang tiada afdeeling-nya atau korespondensi, harus membubuhkan dirinya pada afdeeling yang berdekatan juga bila dekatnya tiada afdeeling supaya membubuhkan dirinya dengan koresponden yang berdekatan.”


Sebagai sebuah perkumpulan yang baru didirikan, tentu saja NU membutuhkan dukungan banyak orang untuk mengembangkan organisasi. Karena itulah, selain menggelar berbagai pertemuan umum untuk menyiarkan misi organisasi, para pengurus NU giat merekrut anggota baru. Berkaitan dengan perekrutan anggota, NU menetapkan beberapa ketentuan. Terkait hal itu, bisa dilihat melalui anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Pada anggaran dasar NU pasal 4 dikatakan:


“Yang boleh menjadi anggotanya ini perkumpulan yaitu hanya orang yang beragama Islam yang bermazhab sebagai tersebut dalam pasal 2. 


Para anggota itu dibedakan menjadi: anggota guru agama (ulama) dan anggota bukan guru agama. Buat mendapat hak menjadi anggota, cukup kasih tahu kepada bestuur (pengurus), hilang haknya menjadi anggota sebab permintaannya sendiri atau sebab dikeluarkan. 


Buat mengeluarkan (anggota), maka harus mendapat keputusannya vergedaring dari anggota-anggota cabang sebagai termaksud dalam pasal 5 lid 1 dan diputus dengan suara terbanyak. 


Di tempat yang tiada ada cabangnya, maka yang mengeluarkan hoofdbestuur (pengurus besar).”


Dalam Putusan Congres dari Oetoesan-oetoesan Nahdlatoel Oelama pada 9 Radjab 1349 (29 November 1930) di Surabaya, soal ketentuan menjadi anggota NU diatur pada nomor 4 sampai 6. Ketentuan itu mengatur iuran awal masuk dan iuran bulanan. 


Pertama, orang yang mulai masuk menjadi anggota (lid) harus membayar entre F 0,10 (sepuluh cent) sebagai ongkos cetak bewijs lid maatscap atau surat menjadi lid (sekarang seperti Kartu Tanda Anggota NU, Kartanu), kepada cabang, dan cabang lalu memberi bewijs van lid maatschap kepadanya yang ditandai nama oleh rais dan katib dari cabang. 


Kedua, anggota harus membayar ianah syahriyah (iuran bulanan) ditetapkan buat tiap-tiap lid (anggota) sedikitnya f 0,10 (sepuluh cent), bila kurang dari f 0.10 maka dimasukkan sebagai derma. 


Ketiga, lid (anggota) boleh juga dibebaskan dari ianah syahriyah (menjadi lid setuju) atas permintannya, akan tetapi harus disahkan oleh kemufakatannya bestuur kring dan bestuur cabang, sedang mulai masuknya menjadi lid harus membayar entre f 0,10 kepada cabang. 


Kemudian, setiap anggota juga dilengkapi dengan tanda djam’ijah medali (insigne). Tentang hal ini maka diatur hampir secara aturan bewijs, yakni siapa dari lid Nahdlatul Ulama yang hendak memakai itu diperkenankan, tetapi diharuskan memberi derma kepada cabang seharganja pokok pembelian itu medali dengan ditambah 50%.


NU juga mengatur tentang pemecatan anggota sebagaimana tercantum pada Peratoeran Roemah Tangga (Huishoudelijk Reglement) dari Perkoempoelan Nahdlatoel Oelama III Kitab Oeraian Atoeran Bagian Oeroesan Harta (Departement Financien) pada Bab V Lid (Anggota), pada pasal 6 disebutkan:


6. Lid berhenti mendjadi lid, karena: 

a. dengan permintaannja sendiri. 

b. meninggal doenia; 

c. dikeloearkan dengan kepoetoesan Algemeene Ledenvergadering, pertama-tama disebabkan: 

I. bila ia ternjata meninggalkan barang yang diwadjibkan kepadanja atau mendjalankan barang jang diharamkan atasnja dalam hoekoem Agama Islam. 

II. bila ia mendjadi lid lain perkoempoelan jang bertentangan dengan ini perkoempoelan Nahdlatoel 'Oelama'.


Diran, Anggota NU Jember yang Dipecat
NU sepertinya tidak main-main dengan aturan yang dibuatnya. Pasalnya buat apa peraturan dibikin bagus-bagus jika tidak dilaksanakan. Jika ada pengurus yang bermasalah, seperti terjadi di Cabang NU Bandung, rapat pengurus memecatnya. Begitu pula yang terjadi di Cabang NU Jember, ketika ada anggota yang keluar dari peraturan, juga dipecat. 


Terkait anggota NU Jember yang dikeluarkan bisa ditemukan informasinya pada laporan Berita Nahdlatoel Oelama berikut ini: 


“Dipermaklumkan kepada segenap cabang Nahdlatul Ulama seluruhnya bahwa seorang lid (angggota) NU cabang Jember bernama Diran No Bewijs kring 61 cabang 1389 nomor HB 208 K sudah diroyeer dengan tidak hormat dan sudah dilaporkan kepada polisi atas perbuatan-perbuatannya yang tidak jujur” (No. 17 tahun 9, 4 Juli 1940).


Berdasarkan informasi tersebut, ada seorang anggota NU Jember bernama Diran dengan identitas No Bewijs kring 61 cabang 1389 nomor HB 208 K, dipecat dari keanggotaan NU karena tidak jujur. Ungkapan tidak jujur ini masih ambigu apakah ulahnya dilakukan di dalam organisasi atau di luar. Namun, jelas, tidak jujur bertentangan dengan visi Nahdlatul Ulama, organisasi yang didirikan para kiai. 


Berita Nahdlatoel Oelama menambahkan informasinya: 


“[…] maka dimana saja jikalau (Diran) mengaku lid NU (karena bewijsnya dan insignenya turut dibawa pergi, entah kemana) harus tidak dianggap.” 


Jadi, berdasarkan kalimat tersebut, Diran merasa perilaku ketidakjujurannya diketahui orang lain. Karena ulahnya itu, ia dipastikan akan mendapatkan hukuman. Oleh karena itu, ia pergi dari kampung halamannya. Entah dengan tujuan apa, ia membawa pergi atribut-atribut keanggotaan NU. 


Oleh karena itu, Berita Nahdlatoel Oelama mengimbau kepada anggota dan pengurus NU di mana saja yang bertemu dengan Diran agar merampas atribut-atribut keanggotaan NU: 


“[…] dan pengurus NU dimanapun yang bertemu supaya mengambil bewijs dan insigne NU tersebut. Begitulah kami terima dari pengurus cabang Jember.”

 

Abdullah Alawi, peminat sejarah NU, penulis buku Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941 (2023) dan tengah menyiapkan buku Sejarah NU Jawa Barat, Jakarta, dan Banten 1926-1941.


========


Pada Ramadhan tahun ini, NU Online menyajikan edisi khusus bertajuk “Sejarah Kecil NU” tentang kisah orang-orang biasa dan kejadian-kejadian obskur yang sering tenggelam dalam narasi besar sejarah. Selama sebulan penuh, sejarawan partikelir sekaligus Redaktur Opini & Editorial NU Online, Abdullah Alawi, mengisi edisi khusus ini.