Fragmen

Jejak Sejarah NU Klaten, Ternyata Lahir dari Desa Kecil Sejak 1933

NU Online  ·  Selasa, 30 September 2025 | 17:00 WIB

Jejak Sejarah NU Klaten, Ternyata Lahir dari Desa Kecil Sejak 1933

Ilustrasi Nahdliyin (Foto: NU Online)

Beberapa orang NU di Klaten, mungkin tidak tahu atau bahkan tidak akan mengira, jika embrio Cabang Nahdlatul Ulama (NU) di Klaten, berawal dari Pengkol Kaligawe Pedan. Nama Pengkol ini dapat kita temukan dalam Swara Nahdlatoel Oelama (SNO) edisi No 5 Tahun IV / Rabiul Awal 1348 H (Laporan Muktamar VIII NU di Jakarta, 1933).


Nama Pengkol disebut dalam SNO edisi No 5 Tahun IV halaman 97 sebagai Cabang NU di Klaten sebagai berikut: "Namanya Bestuur2 Cabang Nahdlatul Ulama Klaten di Pengkol". Kemudian di bawah kalimat tersebut, terdapat sejumlah nama-nama yang menjadi pengurus Cabang NU Klaten di Pengkol, beserta jabatan dan asal kampung/desanya. Selain dari Pengkol, adapula pengurus yang berasal dari Bloro, Pereng, Karang Kajen, dan lain sebagainya.


Pada halaman sebelumnya, halaman 95, juga tertulis keterangan dalam aksara pegon: "...dan di sini kami muat sebagian bawah2nya (Cabang, pen) Nahdlatul Ulama, sesudahnya Kongres ke VIII, hingga ini hari, yaitu tambahnya cabang2 di Indonesia seperti: 1. Di Purwakarta, 2. Wonosobo, 3. Solo, 4. Klaten, 5. Denpasar (Pulau Bali), 6. Jember, 7. Banjarmasin, 8. Samarinda, 9. Kuala Kapuas, 10. Pelaihari, 11. Balikpapan (Pulau Borneo), 12. Situbondo, 13. Purwokerto, 14. Demak, dan 15. Kendal."


Dari dokumen tersebut, dapat kita simpulkan bahwa PCNU Klaten berawal dari Pengkol dan wilayah sekitarnya, dan secara resmi telah berdiri pada tahun 1933, dipimpin oleh Rais Syuriah KH Abdul Mannan (Pengkol), Wakil Rais KH Abdul Hannan (Bloro), dan Ketua/Presiden KH Muhammad Dasuqi (Masaran).


Sosok Rais Syuriyah Pertama
Salah satu keturunan dari tokoh-tokoh tersebut yang berhasil kami temui yakni Bambang Riyadi (70 tahun). Bambang merupakan cucu dari KH Abdul Mannan, Rais Syuriah PCNU Klaten yang pertama. Ia menyebutkan kakeknya merupakan adik dari KH Abu 'Ammar, yang pernah menjadi pengasuh Pesantren Jamsaren Surakarta.


Di Jamsaren, Kiai Abdul Mannan dan kakaknya mengaji kepada Kiai Idris. Di sela waktu belajarnya, ia juga diberi tugas untuk menjaga perpustakaan Madrasah Mambaul Ulum. Sedangkan, sang kakak (Kiai Abu ‘Ammar) menjadi menantu Kiai Idris dan sepeninggal Kiai Idris (wafat tahun 1923), estafet sebagai pengasuh Pesantren Jamsaren bahkan dipercayakan kepadanya (Kiai Abu ‘Ammar wafat wafat tahun 1965 dan digantikan Kiai Ali Darokah).


Selepas nyantri ke berbagai pesantren tersebut, Abdul Mannan kembali ke Pengkol untuk melanjutkan perjuangan dakwah sang ayah. Di sebuah musholla yang sudah dibangun kakeknya sejak sekitar tahun 1800-an, ia mengajar masyarakat sekitar, bahkan hingga ke Batur Ceper. Ia juga ditunjuk menjadi pengulu di Kecamatan Pedan.


“Saya pernah ikut pengajian Simbah (Kiai Abdul Mannan, pen), yang saya ingat waktu itu lampunya masih pakai lampu sentir, suguhannya jajanan karak dan wedang gula jawa,” kenang Bambang.


Nama Kiai Abdul Mannan, selain pada Muktamar 1933, juga tercatat pernah beberapa kali mewakili NU Cabang Klaten di perhelatan Muktamar NU. Kiai Abdul Mannan dari Klaten tercantum dua kali dalam beberapa laporan Muktamar NU, yakni pada penyelenggaraan Muktamar NU di Kota Surakarta (tahun 1935) dan Surabaya (1940).


Pada Muktamar tahun 1935 di Surakarta, Kiai Abdul Mannan menjadi juru bicara untuk menerangkan keadaan NU di Klaten. Dalam pemaparannya, NU Klaten pada tahun 1935, telah memiliki 300 anggota, 3 kring, 1 madrasah yang memiliki 100 murid, 20 mubalighin dan 10 mubalighat. Kemudian, setiap malam Selasa terdapat jadwal Nasihin, dan Jumat siang jadwal Nasihat (kaum perempuan). Juga ianah syahriah yang telah mencukupi dan bahkan mampu setor kepada HBNO.


Kemudian, 5 tahun berselang setelah Muktamar NU di Kota Surakarta, tepatnya pada pelaksanaan Muktamar ke-15 di Surabaya, dalam daftar peserta Muktamar nama Kiai Ngabdoelmanan tercatat mewakili NU Klaten sebagai syuriyah, didampingi pengurus Tanfidziah NU Klaten, Atmosoedarso.


Tahun 1972, di usia 83 tahun, Kiai Abdul Mannan wafat. Jenazahnya dimakamkan di kompleks pemakaman yang terletak di sebelah barat Masjid Al-Ikhlas Pengkol.


"Beberapa nama yang tercantum dalam kepengurusan tersebut (PCNU Klaten pertama) juga ada yang dimakamkan satu kompleks dengan kakek saya, hanya saja letak persisnya makam ada di mana, saya kurang tahu," jelas Bambang.


Sedangkan tokoh pengurus awal PCNU lainnya yang berasal dari kampung/desa lain, dimakamkan di wilayahnya masing-masing, seperti KH Abdul Hannan di Bloro dan KH M Dasuqi di Masaran Cawas Klaten.


Kini, hampir satu abad usia PCNU Klaten (1933-2025). Berawal dari perkumpulan para ulama dan tokoh di Pengkol dan sekitarnya, kini telah berkembang pesat di 26 Majelis Wakil Cabang (MWCNU) dan 400 an Ranting NU. 


Ajie Najmuddin, penulis buku Menyambut Satu Abad NU
 

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang