Fragmen SEJARAH KECIL NU

Kisah-kisah Pembentukan NU Tasikmalaya dan Beda Versi Tahun Pendiriannya

Kamis, 13 Maret 2025 | 03:20 WIB

Kisah-kisah Pembentukan NU Tasikmalaya dan Beda Versi Tahun Pendiriannya

Logo NU (Foto: NU Online)

Ada beberapa cerita yang beredar di antara para kiai dan santri tentang situasi sebelum cabang NU didirikan di Tasikmalaya. Majalah Nahdoh edisi 1 (Februari-April 2017) yang diterbitkan PCNU Kota Tasikmalaya, misalnya, melaporkan perbincangan antara Penghulu Aon Mangoenredja dan jamaahnya pada 1927. 


Berikut ini catatan tentang percakapan tersebut: 

 

"Barudak, kaula tos kadongkapan Kanjeng Dalem ti Tasik. Saur anjeunna, kiwari aya dua kumpulan anyar. Anu hiji ti kulon (AII atau Al-Ittihadijatoel Islamijah atau sekarang dikenal PUI), nu hiji deui ti wetan nyaeta NO atau Nahdlatoel Oelama. Kula moal nitah, moal nyarek. Tapi asana nu bakal lana mah nu ti wetan. Kieu we pamanggih kula mah mun rek asup kadinya baca ‘Robbi adkhilni mudkhola sidqiw wa akhrijni mukhroja sidqin waj’al lii minladunka sulthoona nashiiro’. Baca tilu balik bari ramo leungeun katuhu dempet ku kelek kenca. Mun hate loyog, pek asup kadinya, mun heunteu loyog nya ulah."


Nahdoh menerjemahkan kalimat-kalimat berbahasa Sunda tersebut ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: 


[Para santri, kiai sudah kedatangan tamu dari ‘Kanjeng Dalem’ dari Tasikmalaya. Kata beliau, sekarang ada dua perkumpulan Islam yang baru. Yang satu dari barat (AII atau Al-Ittihadijatoel Islamiyah atau sekarang melebur bersama Persarekatan Oelama di dalam Persatuan Umat Islam atau PUI), dan yang satu lagi dari timur yaitu NO atau Nahdlatoel Oelama. Saya tidak akan menyuruh atau melarang kalian. Namun, sepertinya saya merasakan bahwa yang akan berkembang pesat adalah yang dari timur (NU). Begini saja nasihat saya, apabila hendak bergabung ke Nahdlatul Ulama, silakan baca dulu ‘Robbi adkhilni mudkhola sidqiw wa akhrijni mukhraja sidqiw waj’al lii mil ladunka sulthaanan nashiira’. Bacalah doa tersebut tiga kali sambil masukan jari tangan kanan ke ketiak kirimu. Kalau hatimu sreg atau pas, silakan masuk. Kalau tidak, ya jangan.]


Cerita lain dicatat sejarawan Iip D. Yahya dalam Ajengan Sukamanah: Biografi KH. Zainal Musthafa Asy-Syahid (2021: 12) tentang nasihat KH Zumrotul Muttaqin Gunung Pari kepada salah seorang muridnya, KH Zainal Musthafa Sukamanah, yang di kemudian hari menjadi ajengan besar. Cerita itu mirip dengan apa yang disampaikan Aon Mangoenredja kepada jamaahnya. 


“Bakal aya dua aleutan, ti kulon jeung ti wetan. Anu ti wetan mah bakal lana. Anu ti kulon mah moal lana. Kade ulah hareup teuing, kade ulah hareup teuing, karunya bisi euweuh batur.”


[Nanti akan ada dua kelompok besar dari barat dan dari timur. Kelompok dari timur akan terus berkembang dan kelompok dari barat tidak akan bertahan lama. Hati-hati jangan terlalu di depan, kasihan nanti kamu tidak ada kawan.]


Sebagaimana tafsir atas ungkapan Aon Mangoenredja, nasihat KH Zumrotul Muttaqin dimaknai sebagai Nahdlatul Ulama dari timur, sementara Al-Ittihadul Islamiyah (AII) Sukabumi dari barat. 


Di kemudian hari, KH Zainal Musthafa memilih menjadi pengurus NU—suatu hal yang sepertinya sudah diduga gurunya. Karena itu sedari dini sang guru mewanti-wanti agar KH Zainal Musthafa jangan terlalu di depan dalam berorganisasi karena dikhawatirkan tak ada temannya. 


Menurut Iip D. Yahya (hlm. 23), KH Zainal Musthafa masuk perkumpulan NU pada 1934. Iip menggambarkan kealimannya dengan mengutip Al-Mawaidz yang memberitakan salah satu ceramah KH Zainal Musthafa:


“Daradad ajengan Zenal ti Sukamanah nerangkeun kawajibanana awewe wajib make tiung. Dicukcruk dina Qur’ana dina hadisna, ditambah ku panerangan ulama. Bisi kurang tetela meureun, terus pasang usul fikih, pasang mantek sagala. 


Eukeur mah sora baru, kakara naek mimbar dina tabligh NO, turug-turug nyarita sakitu tatagna, parabotna sakitu pentingna, puguh bae bangsa ahli mah pating lolenggak kataji.”


[KH Zainal Musthafa menjelaskan tentang perempuan yang wajib bekerudung. Penjelasannya didukung dengan dalil dari Al-Qur’an dan hadits, ditambah penjelasan ulama. Kemudian ia memperkuat penjelasannya dengan mengutip ilmu ushul fiqih dan mantiq.


KH Zainal Musthafa terbilang baru naik ke panggung jadi penceramah NU. Suaranya jelas. Ilmunya sangat mendalam, memesona para pecinta ilmu.] 


Rupa-rupa Versi, tapi Saling Melengkapi 
Terkait kapan berdirinya NU Cabang Tasikmalaya, terdapat sedikit informasinya pada buku karya H. Tabibudin Al-Qulyubi, Riwayat Hidup Ringkes KH A. Qulyubi Pesantren Nurussalam Madewangi, Setiamulya, Tamansari (Cibeureum) Tasikmalaya (hlm. 21). Buku ini dibagikan pada acara Haul VIII Mama KH Ahmad Faqih dan Haul KH Zaenal Mustofa (Pendiri Pontren Miftahulhuda Al-Musri’), 7 Agustus 2008, di Ciranjang, Cianjur. 


Riwayat Hidup Ringkes berasal dari penuturan langsung KH A. Qulyubi kepada anaknya, H. Tabibudin Al-Qulyubi yang dicatat pada 27 November 1955. Pada bagian “Riwayat Ngadegna NU Cabang Tasikmalaya” (Riwayat Berdirinya Cabang NU Tasikmalaya), buku itu mengutip ucapan KH A. Qulyubi, ajengan yang berada pada barisan Syuriyah NU periode pertama. 


KH A. Qulyubi menyebutkan bahwa NU Tasikmalaya didirikan pada 1926, tapi tidak ditulis tanggal dan bulannya. Jadi, jika merujuk kepada cerita KH A. Qulyubi, NU Tasikmalaya dibentuk dalam rentang waktu antara Februari hingga Desember 1926 (tanggal pendirian NU di Surabaya adalah 31 Januari 1926), tanpa menyebutkan prosesnya. 


Sumber lain adalah buku Nahdlatul Ulama di Tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia; Awal Berdiri NU di Tasikmalaya karya AE Bunyamin (hlm. 13). Buku ini menyebutkan NU diperkenalkan ke Tasikmalaya oleh KH Fadil bin Ilyas sejak 1928. 


Data lain muncul dari Swara Nahdlatoel Oelama edisi Ramadhan 1348 H (hlm. 181) yang menjelaskan bahwa setelah Muktamar Ke-6 di Cirebon pada 1931, utusan PBNU mendatangi Tasikmalaya dan menggelar rapat terbuka (openbaar) di Masjid Jami Tasikmalaya untuk menyampaikan tujuan Nahdlatul Ulama. 


Berita berjudul “Khabar Cabang-cabangipun Nahdlatul Ulama” itu mencatat bahwa cabang NU di Tasikmalaya didirikan belum satu setengah bulan. 


“Nalika bubaran saking kongres hyang Cirebon, utusanipun al-idarah al-aliyah terus datang Tasikmalaya ngawontenakeun openbaar hyang masjid jami Kota Tasikmalaya… Cabang nahdlah hyang Tasikmalaya dereng sak wulan setengah.”


[Setelah selesai muktamar NU di Cirebon, utusan PBNU terus datang ke Tasikmalaya mengadakan pertemuan di Masjid Jami Kota Tasikmalaya… Cabang Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya belum satu setengah bulan].


Mengacu data tertulis dari SNO, maka tahun pendirian NU Tasikmalaya adalah 1931. Lalu, pada bulan apa tepatnya? 


Buku Ahkamul Fuqaha fi Muqararati Mu’tamarati Nahdlatil Ulama: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam; Keputusan Muktamar, Munas, Konbes, Nahdlatul Ulama 1926-2010 mencatat keputusan-keputusan Muktamar NU di Cirebon bertanggal 7 Agustus 1931. Nah, jika mengacu pada hitungan “dereng sak wulan setengah”, maka kemungkinan besar NU Tasikmalaya didirikan pada pertengahan atau akhir September 1931. 


Bagaimana dengan tanggal pendiriannya?
Selama belum ditemukan sumber primer yang bisa dipercaya dan bukti autentik tertulis yang menyatakan secara persis tanggal pendirian NU Tasikmalaya, kita tidak bisa menyimpulkan tanggal pastinya. Dari bukti-bukti yang paling mungkin diakses hingga saat ini, kita baru bisa menyimpulkan bulan pendiriannya. 


Lantas, bagaimana dengan informasi-informasi yang berlainan mengenai titi mangsa pendirian NU Tasikmalaya?


Seluruh informasi tersebut sebenarnya tidak saling menegasikan. Potongan-potongan data itu justru bisa dirangkai sebagai kisah yang saling memperkuat. Bagaimanapun juga, pendirian NU di suatu wilayah adalah akumulasi dari sebuah proses. 


Barangkali bisa dikatakan bahwa NU telah didengar warga dan para ajengan Tasikmalaya sejak 1926. Kemudian, pada 1928 ada upaya untuk mendirikan NU karena waktu itu KH Fadil bin Ilyas sangat rajin berkorespondensi dengan Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) melalui SNO. 


Lalu, pada 1931, NU Cabang Tasikmalaya mendapatkan semacam beslit dari HBNO seiring kedatangan, menurut SNO edisi yang sama, seorang utusan yang dikirim ke Tasikmalaya. Majalah itu tak menyebutkan nama utusan, tapi buku AE Bunyamin menyebutkan KH Abdullah Ubayd. 


Memang, KH Abdullah Ubayd adalah anggota Lajnatun Nashihin (semacam komite propaganda yang dipimpin langsung KH Hasyim Asy’ari) yang bertugas ke Jawa sebelah barat bersama KH Abdul Chalim Leuwimunding dan KH Abdul Wahab Chasbullah. Keduanya pernah berangkat bareng ke Menes, Banten, pada awal 1929 dengan tujuan mendirikan NU Cabang Pandeglang. Di Tasikmalaya pada 1931, tugas itu ditangani oleh KH Abdullah Ubayd.

 

Abdullah Alawi, peminat sejarah NU, penulis buku Pemuda Nahdoh: Sejarah Awal GP Ansor Jawa Barat 1934-1941 (2023) dan tengah menyiapkan buku Sejarah NU Jawa Barat, Jakarta, dan Banten 1926-1941.


========


Pada Ramadhan tahun ini, NU Online menyajikan edisi khusus bertajuk “Sejarah Kecil NU” tentang kisah orang-orang biasa dan kejadian-kejadian obskur yang sering tenggelam dalam narasi besar sejarah. Selama sebulan penuh, sejarawan partikelir sekaligus Redaktur Opini & Editorial NU Online, Abdullah Alawi, mengisi edisi khusus ini.