Fragmen

NU Sebagai Islam Kiri

Jumat, 20 Januari 2006 | 08:28 WIB

Identitas NU sebagai Islam “kiri” bukanlah realitas baru yang diperkenalkan akhir tahun1980-an, ketika komunitas terinspirasi gerakan Islam kiri Hassan Hanafi dari Mesir. Ternyata gerakan itu telah memiliki akar jauh ke belakang. Suatu ketika setelah PKI dibubarkan, dengan tegas KH Idham Cholid mengatakan di depan Musyawarah Kerja Sarikat Buruhnya NU-Sarbumusi (Sarikat Buruh Muslim Indonesia), bahwa ”Meskipun PKI telah dibubarkan, namun kita warga NU tetap berhaluan kiri dan tidak akan berbelok ke kanan, melainkan tetap menjalankan revolusi kiri dalam arti terus membela Pancasila, anti neo-kolonialisme dan imperialisme serta menolak segala bentuk penghisapan atas manusia.”

Pernyataan itu juga sekaligus sebagai bantahan atas statemen yang dilontarkan PKI selama ini bahwa; (1) Revolusi tanpa PKI adalah kanan (kapitalis); (2) Rakyat tidak bisa revolusi tanpa PKI; (3) Produksi tidak akan beres tanpa Sobsi. Di situ jelas bahwa istilah kiri bukan monopoli PKI, melainkan sebuah identitas yang menunjuk pada sikap yang memiliki komitmen kerakyatan dan kebangsaan.

<>

Banyak organisasi yang mengklaim sebagai organisasi kerakyatan, berideologi sosialis, tetapi para pemimpin dan anggotanya hanya kaum borjuis yang tak kenal rakyat. Kelompok itu yang selama ini jadi bulan-bulanan PKI, yang disebut sebagai setan kota. Sebaliknya sikap kerakyatan dan watak sosialis NU tidak berbentuk pernyataan, bahkan tidak pernah dinyataakan, tetapi dijalankana oleh seluruh jajaran pengurus dan warganya.

Sikap itulah yang menyulitkan PKI, mau dianggap feodal, borjuis tapi kok populis. Mau dianggap konservatif dan reaksioner, ternyata sangat revolusioner. Dengan adanya NU, rakyat bawah sulit dipengaruhi PKI, sebab mereka dilindungi dan diemong oleh NU dan para kiai di pesantren. (Munim DZ)

(Disadur dari Duta Masyarakat 11 November 1965).