Internasional

Israel Serukan Ubah Status Quo, Palestina: Masjid Al-Aqsha Adalah Garis Merah

Kamis, 15 Agustus 2019 | 13:30 WIB

Israel Serukan Ubah Status Quo, Palestina: Masjid Al-Aqsha Adalah Garis Merah

Masjid Al-Aqsha. (AFP)

Yerusalem, NU Online
Menteri Keamanan Masyarakat Israel Gilad Erdan menyerukan perubahan status quo Masjid Al-Aqsa, dengan mengizinkan orang-orang Yahudi untuk berdoa di sana. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengutuk seruan itu. Menurutnya, pernyataan Erdan itu bisa menimbulkan ketegangan baru.
 
“Kami mengutuk pernyataan ini yang bertujuan meningkatkan ketegangan dan menyulut perasaan rakyat Palestina serta bangsa Arab dan umat Muslim,” kata Abbas dalam pernyataannya, diberitakan kantor berita resmi Palestina, WAFA, Rabu (14/8).
 
Abbas menegaskan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah ‘garis merah sehingga tidak bisa disentuh dengan cara apapun.’ Dalam pernyataan itu, dia juga menyerukan dunia internasional untuk ikut menekan Israel agar menghentikan segala provokasi.
 
Abbas menganggap, Israel bertanggung jawab atas provokasi dan serangan yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi terhadap tempat ibadah umat Islam, termasuk Masjid Al-Aqsha, di Yerusalem. Dia mengaku, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk menghentikan serangan ekstremis Yahudi –yang selama ini dilindungi pemerintah Israel- ke Masjid Al-Aqsha.
 
Sebelumnya, pasukan keamanan Israel menyerbu Masjid Al-Aqsha dan menyerang jamaah yang tengah menjalankan Shalat Idul Adha pada Ahad (11/8). Dilaporkan 14 orang mengalami luka-luka akibat dari insiden itu.
 
Serangan itu terjadi setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu dan pejabat ekstremis sayap-kanan Israel mendesak agar kaum Yahudi fanatik diizinkan masuk ke tempat suci umat Muslim itu pada hari raya Idul Adha. Untuk itu, polisi Israel menyerang dan mengeluarkan umat Muslim dari Masjid Al-Aqsha.

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyebut, penyerangan Masjid Al-Aqsha oleh pasukan Israel pada Idul Adha merupakan bentuk agresi kejam. Menurut PLO, insiden itu sengaja dirancang untuk menyulut ketegangan politik dan agama di Palestina.
 
“Serangan Israel ini dan dukungan politis terhadap ekstremisme menyulut sentiment keagamaan dan berpotensi menjerumuskan wilayah ini ke dalam perang sektarian. Tindakan-tindakan itu mencerminkan agenda berbahaya dan tidak bertanggung jawab yang harus dihadapi dengan pengutukan internasional yang tegas dan menyeluruh,” kata pejabat PLO, diberitakan WAFA. (Red: Muchlishon)