Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Dunia teknologi informasi dan komunikasi terus berkembang. Terlebih saat ini dunia dilanda Pandemi Covid-19 sehingga membuat semakin banyak yang memanfaatkan teknologi tersebut untuk beragam kepentingan, tak terkecuali pesantren yang menjadikannya sebagai sebuah media pengajian.
Lebih dari itu, Pengampu Ngaji Ihya Daring H Ulil Abshar Abdalla menyampaikan bahwa ruang digital itu juga harusnya menjadi ajang ngaji lintas negara. Santri-santri Indonesia dapat mengaji secara langsung kepada ulama luar negeri, ataupun sebaliknya, kiai Indonesia memberikan pengajian ke luar negeri.
"Santri dan ulama yang ada di Jawa ini ngaji kembali, memberikan pengajian kepada sivitas akademika ala pesantren tetapi di tingkat internasional," ujarnya saat Muktamar Pemikiran Santri Nusantara Seri 3 dalam rangka Hari Santri, Selasa (13/10).
Pada kegiatan yang mengangkat tema Strategi Pengembangan Pendidikan Pesantren Pasca Lahirnya UU Pesantren Nomor 18 Tahun 2019, Gus Ulil mencontohkan ngaji Sahih Bukhari secara talaqqi dengan syekh dari Mauritania. Dengan begitu, ada simpul keilmuan yang terjalin sehingga terbentuk semangat kosmopolitanismenya.
"Santri kiai Nusantara ini mulai membangun jejaring ilmiah dengan ulama di luar Indonesia sehingga semangat kosmopolitanismenya muncul kembali, kualitas bahasanya meningkat kembali," ujarnya.
Kosmopolitanisme ini, lanjutnya, sebetulnya sudah terbangun sejak dahulu di masa Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari hingga medio abad 20. Pasalnya, para ulama dahulu belajar langsung di Hijaz sehingga berjejaring dengan para ulama dari luar negeri.
"Kiai-kiai kita semangatnya kosmopolitan. Banyak kiai yang menulis kitab bahasa Arab dengan kualitas yang sama karena jejaringnya internasional," ujar Pengajar di Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) itu.
Kesadaran bersama
Menanggapi hal tersebut, Nyai Hj Badriyah Fayumi mengatakan bahwa kalangan pesantren perlu untuk membangun kesadaran bersama mengenai keharusan menerima model pembelajaran daring.
"Justru penting untuk menjadikan pembelajaran daring ini sebagai komplemen bahkan sebagai berkah Covid yang perlu untuk kita lanjutkan di masa yang akan datang," ujar Pengasuh Pesantren Mahasina, Jatiwaringin, Bekasi, Jawa Barat itu.
Nyai Badriyah juga menyampaikan bahwa ada juga wilayah yang tidak bisa diisi oleh pembelajaran daring, yaitu pembangunan karakter, keteladanan, hubungan sosial, membangun rasa dan emosi, termasuk juga membangun perspektif dan cara pandang keilmuan dari akar keilmuan yang kokoh. Dari situ, ia berkesimpulan bahwa keduanya saling mengisi satu sama lain.
"Saya pikir ini juga pembelajaran luring tetap jauh lebih efektif tetapi PR kita bersama adalah bagaimana pesantren ini mengadopsi pembelajaran luring kemudian mendapatkan benefit manfaat dari itu, termasuk manfaat transformasi pengetahuan dan juga dakwah yang bisa menjadi lebih luas," pungkas Ketua Komite Pengarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua