Internasional

Peneliti Ungkap Karakteristik Komunitas Muslim Indonesia di Jepang

Senin, 6 Februari 2023 | 06:15 WIB

Peneliti Ungkap Karakteristik Komunitas Muslim Indonesia di Jepang

Anggota PCINU Jepang dalam Tokyo Islamic Cultural Exchange Festival di Chiba, 2019 (Foto: dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Profesor Universitas Keio Jepang, Yo Nonaka menyebutkan berdasarkan data, dari tahun 2010 hingga 2020 populasi Muslim yang tinggal di Jepang sekitar 200.000. Dari jumlah tersebut, Muslim Indonesia merupakan kelompok terbesar berdasarkan negara asal.  


Profesor Yo Nonaka juga mengungkapkan ada beberapa karakteristik komunitas Muslim Indonesia yang tinggal di Jepang.


"Di masa lalu banyak dari mereka kalangan elit yang tinggal di Jepang untuk jangka waktu tertentu, dan kemudian kembali ke Indonesia. Tetapi kemudian peningkatan pesat dalam penerimaan sumber daya manusia dari luar termasuk peserta program pelatihan pengembangan teknis," ujarnya pada tayangan Kuliah Tamu Pergulatan Komunitas Muslim Indonesia di Jepang, diakses dari YouTube Unusia pada Jumat (3/2/2023).


Kemudian, terdapat Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII) yang didirikan pada tahun 1970. Anggota intinya adalah para mahasiswa sarjana dan pascasarjana Indonesia yang kuliah di Jepang. KMII memprakarsai berdirinya masjid pertama Indonesia di Jepang yang dibuka pada Idul Fitri tahun 2017, diberi nama Masjid Indonesia Tokyo.


"Semakin banyak orang yang mencari pekerjaan dan menetap di Jepang, KMII dan Masjid Indonesia Tokyo bergerak sebagai penghubung jaringan Muslim Indonesia di Jepang. Di sisi lain mahasiswa sarjana dan pascasarjana serta pekerja technical training tadi yang memiliki latar belakang NU meningkatkan pembangunan masjid itu sangat dipengaruhi oleh situasi sosial di negara asal," imbuhnya.


Yo menuturkan berdasarkan data tahun 2018 terdapat 105 masjid di seluruh Jepang. Di antaranya ada beberapa yang dibangun oleh Muslim Indonesia. Menurutnya trdapat 4 masjid yang dibangun oleh Muslim Indonesia di Jepang yaitu Masjid Indonesia Tokyo, Masjid Al-Ikhlas Kabukicho, Madjid Nusantara Akihabara, dan Masjid NU At-Taqwa Koga. Tiga dari 4 masjid itu dibangun oleh warga NU.


"Pembangunan masjid bagi mereka adalah penciptaan jaringan dan tempat untuk praktek keagamaan. Pada saat yang sama juga kesempatan untuk merasakan bahasa, rasa, informasi, budaya tanah air mereka," jelas Guru Besar di bidang Manajemen Kebijakan Publik ini.


Lebih jauh Yo mengatakan dengan meningkatnya arus orang Indonesia masuk ke jepang, menjadikan komunitas Muslim Indonesia beragam dan meningkat. Setiap kelompok memiliki ikatan yang kuat di antara anggotanya.


"Meskipun hidup di Jepang dengan bahasa, dan gaya hidup yang berbeda dengan kelompoknya, mereka bisa membagi bahasa, budaya, makanan, dan sikap yang sama dalam Islam. Serta merasa saling terhubung," ungkapnya.


Menurutnya hal tersebut merupakan strategi sukses komunitas Muslim Indonesia di Jepang hidup sebagai minoritas di tengah mayoritas masyarakat non-Muslim. Akan tetapi, pada saat yang sama tidak mudah bagi orang Jepang atau Muslim bukan dari Indonesia untuk bergabung dengan komunitas masjid-masjid Indonesia. Karena di komunitas masjid-masjid Indonesia Bahasa Indonesia biasa dipakai setiap hari dan suasananya sangat Indonesia.


"Di sisi lain tanpa berintegrasi ke dalam komunitas-komunitas tersebut. Ada pemuda Muslim termasuk orang Indonesia yang melakukan dakwah kepada warga non-Muslim Jepang, dan para mualaf. Berkolaborasi dengan etnis Muslim lainnya, dan menampilkan diri mereka sebagai seorang Muslim. Apa yang mereka lakukan adalah upaya untuk melintasi batasan bahasa dan etnis, terhubung dengan etnis Muslim lainnya dan terhubung dengan Jepang non-Muslim," pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan