Santri Cipasung Kembangkan Teknologi Katalis Untuk Kendaraan Hidrogen Fuel Cells, Dapat Hak Paten dari AS dan Korea
NU Online · Rabu, 26 November 2025 | 12:00 WIB
Muhammad Irfansyah Maulana, alumni Pondok Pesantren Cipasung, berhasil mengembangkan katalis untuk kendaraan berbasis fuel cell berbahan bakar hidrogen. (Foto: dokumentasi pribadi)
Husnul Khotimah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Muhammad Irfansyah Maulana, alumni Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, telah berhasil mengembangkan katalis untuk kendaraan berbasis fuel cell berbahan bakar hidrogen. Temuannya tersebut berhasil mendapat hak paten dari Amerika Serikat dan Korea.
"Hasil penelitian selama 5 tahun ini telah kita publikasikan di jurnal paling terkemuka di dunia bidang kimia, Journal of the American Chemical Society (JACS), dan mendapatkan intellectual property (hak paten) di Korea dan Amerika Serikat," ujarnya kepada NU Online, Rabu (26/11/2025).
Sosok yang telah berhasil menempuh S3 di Korea Selatan tersebut mengatakan bahwa hak paten yang ia dapatkan dari AS dan Korea dikarenakan ekosistem hidrogen dan fuel cells di kedua negara itu sudah mature.
"Industri otomotif telah memainkan peran penting dalam produksi kendaraan hidrogen fuel cells untuk mobil, bus, dan truk. Kini, mereka sedang memperluas aplikasinya untuk kereta dan pesawat," ungkap Irfan, sapaan akrabnya.
Terkait temuannya, pemuda asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut menjelaskan bahwa ada satu reaksi penting di bagian katoda yang menjadi penentu efisiensi fuel cells, yaitu oxygen reduction reaction, atau biasa disebut ORR. Reaksi ini, kata Irfan, adalah proses ketika oksigen direduksi menjadi air, dan dari proses inilah listrik dihasilkan.
"Itulah mengapa fuel cells sangat ramah lingkungan untuk diaplikasikan sebagai alat transportasi, karena produk sampingnya tidak menghasilkan emisi karbon seperti bensin, melainkan hanyalah air," jelasnya.
Namun, ORR ini dikenal sebagai reaksi yang paling lambat dalam keseluruhan sistem fuel cell. Karena jalur reaksinya kompleks dan membutuhkan energi tinggi, ORR sering menjadi masalah utama yang menurunkan efisiensi fuel cell.
"Untuk mempercepat reaksi, kita membutuhkan katalis, biasanya berbasis platinum (Pt). Tetapi katalis Pt itu mahal, dan bisa terdegradasi akibat korosi atau restrukturisasi permukaan. Akibatnya, performa fuel cell menurun seiring waktu (tidak durable)," tutur Irfan.
Hal itu yang menjadikan Irfan berinisiatif untuk mengembangkan katalis baru yang lebih aktif dalam mempercepat ORR dan lebih stabil untuk penggunaan jangka panjang.
"Saya bersama supervisor disertasi mengembangkan katalis dengan paduan PtCo intermetalik berdoping nitrogen. Dengan merekayasa struktur katalis pada level atom ini, katalis yang kita kembangkan memberikan aktivitas ORR lebih tinggi dan stabil. Dengan begitu, hydrogen fuel cells dapat bekerja lebih efisien sekaligus memiliki umur pakai yang lebih panjang," jelasnya.
Berkat temuannya tersebut, sosok yang baru berusia 26 tahun tersebut berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) setelah menjalani Sidang Promosi Doktor di Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology (DGIST), Daegu, Korea Selatan, pada Senin (17/11/2025).
Saat ditanya tentang peluang mengembangkan temuannya di Indonesia, Irfan optimis bahwa peluang itu pasti akan ada. Namun, ia menyebut hal itu akan membutuhkan waktu jangka panjang dan sangat bergantung pada kesiapan ekosistem hidrogen nasional.
"Di Indonesia, ekosistem hidrogen dan fuel cells sedang berkembang. Sudah mulai dibangun infrastruktur terkait seperti stasiun pengisian hidrogen (HRS) oleh pemerintah melalui BUMN seperti PLN dan Pertamina," ujar Irfan.
Namun, melihat Indonesia yang masih bergantung kepada perusahaan asing untuk pemasaran kendaraan berbasis fuel cells, ia pun realistis. Sebab menurutnya, perlu komitmen pemerintah untuk membangun infrastruktur hidrogen dan fuel cells, anggaran untuk melakukan kolaborasi RnD, serta transfer teknologi bersama para praktisi dan ilmuwan yang bergerak di bidang tersebut.
"Susahnya karena pemerintah kita bergantung sama asing terus. Jadi selalu mengandalkan perusahaan LN. Padahal kalau mau membangun dari awal, sepertinya bisa kok. SDA ada, SDM Indonesia di LN banyak yg bergerak di bidang energi. Tapi memang butuh waktu lama. Korea butuh waktu 25 tahun untuk buat Samsung dan Hyundai jadi raksasa industri di dunia," kata Irfan.
Soal pendidikan, Irfan mengatakan bahwa ia menyelesaikan pendidikan MTs dan SMA di Pondok Pesantren Cipasung tahun 2010-2016. Kemudian, menamatkan S1 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung tahun 2016-2020.
Selanjutnya, pada Februari 2021 ia mendapat kesempatan untuk langsung menempuh S3 di Daegu Gyeongbuk Institute of Science and Technology (DGIST).
"Saya langsung S3 dengan beasiswa “Korean Government Scholarship at K-STAR”. Kalau di Indonesia mungkin seperti jalur fast-track S2-S3," ungkapnya.
Selama menjalani studi, Irfan mengaku aktif berpartisipasi dalam forum keilmuan internasional. Ia telah mempresentasikan hasil risetnya di Jerman, Denmark, dan Swedia. Atas prestasi dan produktivitas risetnya, pada tahun 2024 ia berhasil menerima penghargaan Best Researcher DGIST, yang hanya diberikan kepada enam peneliti pascasarjana terbaik di kampus tersebut.
Menyukai kimia sejak nyantri
Sosok yang kini aktif sebagai Sekretaris Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Korea Selatan tersebut mengaku menyukai sains saat masih duduk di bangku SMA di Cipasung. Katanya, ia ingin menjadi santri yang melek teknologi.
"Berawal dari SMA kelas 10, saya memang menyukai mata pelajaran Kimia. Saya pikir karena tidak banyak orang yang gemar sains dan teknologi di pesantren, saya akan coba untuk menjadi santri yang melek teknologi," ungkap Irfan.
Irfan mengatakan bahwa niatnya tersebut direstui dan didukung penuh oleh Pengasuh Pesantren Cipasung.
"Beliau senang saya diterima di PTN jurusan Kimia, dan mensupport tempat tinggal saya selama 1 tahun di Bandung, sebelum mendapat tempat tinggal gratis di tahun kedua di Sekretariat Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) UPI Bandung," kisahnya.
Ia lantas menyampaikan bahwa santri memiliki lima modal kuat untuk terjun ke dunia sains dan riset.
"Di pesantren, kita diajarkan disiplin, tekun, rendah hati, jujur (berintegritas), dan cinta ilmu. Lima hal itu adalah fondasi utama untuk menjadi ilmuwan," ujarnya.
Tak lupa, Irfan menyelipkan pesan motivasi untuk seluruh pelajar, khususnya kepada para santri.
“Bermimpilah setinggi mungkin, lalu belajar dan berdoa sekuat mungkin. Jangan batasi diri hanya karena kita berasal dari desa, pesantren, atau keluarga sederhana. Ilmu itu milik semua orang yang bersungguh-sungguh mencarinya," pungkasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua