Internasional

Dari Klub Sepak Bola hingga Masjid At-Taubah; Perjalanan Panjang Komunitas Muslim Indonesia di Guji, Daegu Korsel

Kamis, 3 April 2025 | 16:00 WIB

Dari Klub Sepak Bola hingga Masjid At-Taubah; Perjalanan Panjang Komunitas Muslim Indonesia di Guji, Daegu Korsel

Masjid At-Taubah pusat kegiatan keagamaan di Guji, Daegu, Korea Selatan. (Foto: Achmad Fadilah)

Daegu, NU Online
Di balik berdirinya sebuah masjid bernama At-Taubah yang kini menjadi pusat kegiatan keagamaan di Guji, Korea Selatan, tersimpan perjalanan panjang yang penuh perjuangan dan semangat kebersamaan. Awalnya, sebelum masjid itu ada, komunitas pekerja Indonesia di Guji membentuk sebuah klub sepak bola bernama Guji United pada tahun 2009. Dipimpin oleh Pak Fathurrohman, PMI asal Cirebon dan rekan-rekannya. Klub ini bukan sekadar tempat berolahraga, tetapi juga wadah untuk berkumpul dan mempererat persaudaraan.

 

Setiap Ahad pagi, sebelum pertandingan sepak bola dimulai, para anggota mengadakan musyawarah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Yasin setiap malam Senin di asrama atau pabrik masing-masing. Selain itu, komunitas ini juga sering berkumpul di sebuah kafe karaoke bernama Kafe Idola Indonesia. Di sanalah berbagai diskusi dan musyawarah dilakukan, termasuk rencana besar mereka: membangun sebuah masjid.


Perjuangan Mendirikan Masjid
Membangun masjid di negeri orang bukanlah perkara mudah. Awalnya, biaya sewa bangunan menjadi tantangan utama. Dana sebesar sepuluh juta won diperlukan sebagai jaminan, sementara komunitas hanya mampu mengumpulkan separuhnya.


Dengan penuh tekad, mereka meminjam lima juta won dari masjid lain, yang lebih dahulu sudah terbentuk di kota lain. Akhir tahun 2014, impian itu mulai terwujud, dan pada Januari 2015, Masjid At-Taubah resmi berdiri sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial bagi komunitas Muslim di Guji.

 

Pada masa-masa awal, belum ada struktur kepemimpinan formal seperti ketua masjid atau sering disebut “amir”, yang ada hanyalah seorang “Lurah” yang bertugas mengkoordinasikan berbagai kegiatan. Jabatan ini sempat diemban oleh salah satu anggota komunitas pada tahun 2014. Seiring waktu, seluruh kegiatan komunitas mulai berpusat di masjid, termasuk klub sepak bola yang sebelumnya menjadi penggerak utama pertemuan mereka.


Masjid dan Perannya dalam Komunitas
Masjid ini kemudian menjadi bagian penting dalam kehidupan pekerja muslim di Guji. Selain sebagai tempat ibadah, masjid juga menaungi berbagai kegiatan sosial, termasuk turnamen sepak bola antar-masjid dan musala se-Korea, yang diikuti oleh lebih dari 60 masjid dan mushalla, dengan sekitar 14 musala berasal dari Daegu.
Menariknya, para pendiri masjid ini adalah mantan pengusaha kafe karaoke yang dahulu menjadi tempat hiburan malam.

 

Salah satu tokoh penting dalam pendirian masjid adalah seorang perempuan bernama Ibu Ida, yang bersama suaminya—seorang warga Korea non-Muslim—berperan besar dalam mendukung pembangunan masjid. Mereka menyumbangkan berbagai perlengkapan, mulai dari karpet, pemanas, hingga fasilitas lainnya.

 

Di bawah naungan masjid, komunitas Guji Bersatu terbentuk. Paguyuban ini menaungi berbagai kelompok, termasuk klub sepak bola, serta menjadi wadah informasi bagi para pekerja Indonesia di Guji. Jika ada anggota yang menganggur atau mengalami kesulitan, masjid selalu siap menampung dan memberikan bantuan juga solusi terkai pekerjaan yang dibuituhkan.


Tradisi dan Keberlanjutan
Dalam perjalanannya, kepemimpinan masjid sudah berganti hingga sepuluh kali untuk setahun sekali berganti kepemimpinan, dengan setiap pergantian diikuti oleh perayaan milad yang rutin diadakan setiap awal Februari. Berbagai kegiatan keagamaan juga terus berjalan, seperti pembacaan Yasin, Maulid Barzanji, Simtudduror, Ad-Diba’I, Rotib Al-Attas, hingga Khotmil Quran setiap malam Senin, empat kali dalam sebulan.


Masjid ini bukan sekadar bangunan, tetapi simbol persatuan, perjuangan, dan harapan bagi komunitas Muslim di Guji. Dari sekadar klub sepak bola, hingga akhirnya menjadi pusat spiritual dan sosial, kisah ini menjadi bukti bahwa kebersamaan dan tekad kuat dapat mewujudkan sesuatu yang luar biasa, bahkan di tanah rantau.

 

Ustadz Achmad Fadilah, Dai Go Global LD-PBNU 2025 dengan penugasan Korea Selatan. Program ini bekerja sama dengan NU Care-LAZISNU.