Bangkok, NU Online
Federasi Mahasiswa Muslim Thailand mendesak otoritas Thailand untuk mencabut kebijakan untuk mengawasi dan mendata segala aktivitas mahasiswa Muslim di seluruh negeri berpenduduk mayoritas Buddha tersebut.
"Kami meminta parlemen membatalkan kebijakan itu. Kebijakan itu adalah bentuk diskriminasi yang melanggar undang-undang dasar," kata Ketua Federasi Mahasiswa Muslim Thailand, Ashraf Awae, dikutip laman AFP, Kamis (19/9).
Awae mengaku telah menerima laporan jika aparat dari Biro Khusus Thailand telah meminta informasi terkait mahasiswa Muslim dari tiga kampus ternama di negeri tersebut. Baginya, hal itu bisa mendorong sikap saling curiga dan membuat jurang pemisah antara mahasiswa Muslim dengan yang lainnya.
"Tuduhan tak berdasar itu bisa membuat jurang pemisah antara mahasiswa Muslim dan lainnya di kampus dan di tengah masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, mantan komisioner lembaga hak asasi manusia Thailand, Angkhana Neelapaijit, menilai, kebijakan itu merupakan bentuk dari diskriminasi agama. "Ini adalah bentuk intervensi terhadap hak-hak pribadi dan diskriminasi berdasarkan agama," tegasnya.
Sikap yang sama juga dilakukan Rektor Universitas Ramkhamhaeng, Wuthisak Lapcharoensap. Dia menyatakan akan menolak permintaan polisi Thailand jika mereka mengirimkan surat dan meminta informasi terkait mahasiswa Muslim di institusinya.
Pemerintah Thailand menerapkan kebijakan mengawasi dan mendata mahasiswa Muslim di seluruh negeri setelah terjadi serangkaian serangan bom di Bangkok pada Agustus lalu. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk membangun basis data nasional.
"Kepolisian telah menunjukkan bahwa hal tersebut bertujuan untuk pembuatan basis data intelijen. Tidak ada hak yang dilanggar. Kami tidak dapat mengelola apapun jika tidak memiliki data," kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, diberitakan Reuters, Selasa (17/9).
Informasi yang diminta otoritas Thailand dari kampus terkait mahasiswa Muslim meliputi jumlah anggota keluarga, tempat asal, serta afiliasi dengan kelompok tertentu. Banyak pihak yang memprotes tersebut karena dianggap diskriminatif dan ilegal.
Pewarta: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan