Kesehatan

Sunan Muria dan Tanaman Pakis Haji Pengusir Hama

Jumat, 1 Desember 2023 | 14:00 WIB

Sunan Muria dan Tanaman Pakis Haji Pengusir Hama

Ilustrasi: Tanaman Pakis Haji

Dakwah Walisongo tidak hanya mengenai akidah dan syariat, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kesulitan hidup seperti masalah pekerjaan dan problem ekonomi rakyat kecil akrab sebagai urusan para wali. Di sisi lain, pemikiran terhadap pembangunan berkelanjutan ternyata sudah dimiliki oleh Walisongo untuk mengantisipasi krisis sumber daya alam di masa yang akan datang. 
 

Pemanfaatan sumber alam yang ramah lingkungan dan menjamin kelestarian produksi jangka panjang adalah hal yang disadari oleh negara-negara modern saat ini. Di bidang pertanian, ketersediaan tanaman pangan yang cukup menjadi ukuran ketahanan suatu negara. Bila suatu negara mampu berswasembada komoditas pangan sebagai kebutuhan pokok, maka kestabilan negara itu dapat diharapkan lebih terjaga.
 

Nusantara, khususnya Jawa di masa Walisongo adalah negeri dengan corak agraris. Salah satu problem yang dihadapi kaum petani di Nusantara adalah masalah gagal panen. Meskipun lingkungan pada masa lalu masih terjaga kelestariannya, tetapi tidak menjamin panen hasil bumi selalu mencukupi karena adanya serangan hama.
 

Penduduk Nusantara waktu itu menganggap bahwa kegagalan panen disebabkan karena marahnya Danyang penunggu sawah. Bagaimana pemikiran Walisongo untuk memberikan solusi terhadap masalah hama pertanian ini? Adakah inovasi yang dilakukan mereka untuk meningkatkan ketahanan pangan sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan?
 

Sunan Muria adalah satu di antara Walisongo yang berinovasi dalam kearifan lokal daerahnya. Beliau berkreasi untuk berpihak pada penderitaan petani waktu itu sekaligus memikirkan kesejahteraan umat di masa depan. Beliau mengatasi hama tanaman pangan dengan konsep keseimbangan ekologi. Bahkan, media pengusir hama yang beliau ajarkan ternyata berupa tanaman yang sangat ramah lingkungan.
 

Salah satu peninggalan Sunan Muria dalam memberikan solusi terhadap hama pertanian adalah tanaman sejenis sikas atau pakis yang dikenal dengan Pakis Haji. Hingga hari ini, penduduk di sekitar wilayah dakwah Sunan Muria masih mengenali pengetahuan tentang kegunaan praktis Pakis Haji yang diperoleh secara turun temurun. Uniknya, selain berefek anti hama, tanaman pakis juga memberikan dampak yang baik terhadap lingkungan dan kesehatan.
 

Di Desa Colo yang dulu merupakan kawasan dakwah Sunan Muria, biasanya petani meletakkan kulit Pakis Haji di sudut-sudut sawah. Tanaman Pakis Haji di sana tumbuh liar di hutan dan belum dibudidayakan. Masyarakat hanya mengambil bagian dari tanaman itu secukupnya sesuai dengan kebutuhan. (Hendro dkk, 2012, Kearifan Lokal dalam Menjaga Lingkungan Hidup [Studi Kasus Masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus], Journal of Educational Social Studies, vol 1(1): halaman 25-30).
 

Akar Pakis Haji mampu mengikat nitrogen bebas dari udara sehingga membantu memperkaya kesuburan tanah. Daun yang paling muda dapat dimakan sebagai sayur. Batangnya dapat menghasilkan semacam sagu. Secara keseluruhan, pohonnya juga menarik untuk dijadikan tanaman hias.
 

Manfaat Pakis Haji untuk kesehatan di antaranya dapat digunakan sebagai obat disentri. Rambut batangnya untuk mengobati luka baru dan daunnya untuk pembersih darah pascamelahirkan. Buahnya dapat digunakan untuk antidiabetes dan pendarahan pada menstruasi. Daun pakis dapat digunakan untuk mengobati bisul, radang kulit yang bernanah dan luka bakar.
 

Kandungan daun pakis adalah vitamin C yang sangat tinggi hingga 30 mg per 100 g. Vitamin C penting untuk kesehatan kolagen dan penyembuhan luka. Selain itu, kandungan mineral daunnya berupa kalsium dan fosfor juga sangat tinggi sehingga baik untuk mengobati rematik.
 

Meskipun mengenal Pakis Haji, masyarakat di Daerah Colo menggunakan pakis jenis lainnya untuk keperluan konsumsi manusia. Pakis Urang merupakan pakis yang bisa dikonsumsi warga di sana. Mereka mampu membedakan pakis yang dapat dimakan dan yang tidak dapat dimakan. Pecel dari Pakis Urang merupakan makanan khas di Kawasan Muria. Tanaman yang satu ini dapat ditemukan di setiap lereng Kawasan Hutan Lindung Muria. 
 

Semua jenis pakis termasuk kategori sikas. Namun, Pakis Haji memiliki keunikan sehingga digunakan oleh Sunan Muria dalam karya inovatifnya untuk mengatasi hama pertanian. Saat warga mengadu kepada Beliau akan adanya gangguan tikus di lahan pertanian, Sunan Muria merekomendasikan penggunaan tanaman pakis sebagai pengusir hama tikus. 
 

Ternyata penelitian ilmiah di India membuktikan bahwa tanaman pakis yang termasuk kategori sikas dapat digunakan untuk mengusir hama tanaman padi di sawah. Namun, bagian yang digunakan adalah benih serbuk dari bunganya yang berbentuk kerucut (cycas cone)
 

Aroma yang muncul dari benih bunga jantan tanaman pakis itu mampu mengusir hama yang mendekati daerah sekitarnya. Apabila diterapkan di persawahan, maka hama tanaman padi enggan untuk mendekatinya (Narayanasami, 2002, Traditional Pest Control: A Retrospection, Indian Journal of Traditional Knowledge, Vol 1(1): halaman 40-50) .
 

Penelitian itu dikuatkan oleh peneliti ahli lingkungan dari Sri Lanka yang menyebutkan bahwa bunga tanaman pakis dari jenis Cycas Circinalis adalah anti hama. Serbuk bunga dari tanaman itu bila digerus dan dicampur dengan air maka dapat mengendalikan populasi hama (Amuwitagama, 2002, Analysis of Pest Management Methods Used for Rice Stem Borer [Scirpophaga intertulas] in Sri Lanka Based on the Concept of Sustainable Development, thesis, Lund University International Master’s Programme in Environmental Sciences: halaman 23-25).
 

Efek khusus biji benih pakis atau sikas pada tikus telah diidentifikasi sebagai racun syaraf. Jaringan benih sikas bersifat neurotoksik karena kandungan glukosida yang sebenarnya terdapat pada sebagian besar tanaman. Namun, kadar racun paling banyak ditemukan pada biji benih tanaman pakis (Shaw dkk, 2006, Cycad-Induced Neurodegeneration in a Mouse Model of ALS-PDC: Is the Culprit Really BMAA or Is a Novel Toxin to Blame, Botanical Review, Vol. 33, No. 9: halaman 857-862).
 

Kaum tani (wong cilik) pada masa Walisongo merupakan komunitas di Jawa yang berada di bawah garis kemiskinan. Para wali memberikan prioritas kepada mereka dengan mengenalkan ilmu pertanian yang baik supaya kehidupan mereka lebih sejahtera. Dalam hal penanganan hama, ternyata solusi yang diberikan Sunan Muria sangat memperhatikan keseimbangan lingkungan.
 

Dengan demikian, sebenarnya Sunan Muria telah memiliki konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan di bidang produksi pertanian. Hal itu diterapkan melalui cara alami dengan memanfaatkan tanaman yang mampu mengusir hama. Keunggulan dari metode ini adalah tidak memusnahkan hama secara ekstrim karena sesungguhnya tikus maupun hama lainnya adalah bagian dari ekosistem yang berperan penting. Wallahu a’alam bis shawab.
 

 

Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, Anggota Komisi Fatwa MUI Cilacap