Nasional

3 Novel Seru yang Bisa Dijadikan Pilihan Menemani Akhir Pekan

Ahad, 5 Januari 2025 | 08:00 WIB

3 Novel Seru yang Bisa Dijadikan Pilihan Menemani Akhir Pekan

Novel Rara Mendut karya Y.B. Mangunwijaya diterbitkan Gramedia. (Foto: Gramedia)

Jakarta, NU Online
Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk bersantai, dan tidak ada cara yang lebih baik untuk melakukannya selain dengan menyelami dunia melalui buku.

 

Jika Anda sedang mencari bacaan yang bisa mengisi waktu luang dengan penuh kisah menarik, berikut ini 3 rekomendasi novel bisa dijadikan pilihan bacaan akhir pekan ini.

 

1. Rara Mendut (Y. B. Mangunwijaya)
Novel Rara Mendut adalah karya yang ditulis oleh Yusuf Bilyarta (YB) Mangunwijaya, yang lebih dikenal dengan nama Rama Mangun. Novel ini merupakan bagian trilogi bersama Genduk Duku dan Lusi Lindri, yang ketiganya memiliki cerita yang saling berhubungan.

 

Awalnya, kisah dalam novel ini diterbitkan secara bersambung di Harian Kompas antara tahun 1982 hingga 1987.

 

Latar cerita novel ini berada pada masa kejayaan Kesultanan Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Pada masa itu, Mataram Islam berhasil menegakkan kekuasaannya di berbagai wilayah, termasuk Pati, Giri Kedaton, dan Surabaya, kecuali wilayah Banten dan Sunda Kelapa (Batavia).

 

Kejayaan ini didukung oleh kekuatan armada perang dan para panglima tangguh seperti Tumenggung Wiraguna, Tumenggung Alap-Alap, Tumenggung Bahurekso, Tumenggung Suratani, Tumenggung Sura Agul-Agul, dan Tumenggung Singaranu.

 

Kisah dalam novel Rara Mendut berawal dari penaklukan wilayah Pati yang memicu konflik utama dalam cerita. Dengan menggunakan alur maju, novel ini menggambarkan dinamika yang terjadi dalam latar sejarah tersebut.

 

2. Rintihan Burung Kedasih (Pandir Kelana)
Rintihan Burung Kedasih adalah novel bertema revolusi tahun 1945, dengan latar waktu tahun 1948-1949 yang merupakan fase terakhir dari Revolusi Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

 

Lokasi cerita dalam novel ini berada di Karesidenan Pati, Jawa Tengah. Novel ini ditulis oleh Pandir Kelana, nama pena dari Slamet Danusudirdjo, seorang penulis sekaligus tentara yang fokus pada kisah-kisah seputar revolusi kemerdekaan Indonesia.

 

Selain Rintihan Burung Kedasih, Pandir Kelana juga menulis sejumlah novel lainnya seperti Bara Bola Api, Huru-Hara di Kaki Gunung Slamet, dan Kereta Api Terakhir. Novel terakhir bahkan telah diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama.

 

Rintihan Burung Kedasih sendiri adalah bagian dari delapan novel berlatar sejarah perjuangan bangsa selama Revolusi Kemerdekaan. Salah satu ciri khas karya Pandir Kelana adalah tokoh-tokoh dalam novel-novelnya saling terkait dan muncul di berbagai cerita.

 

Dalam novel ini, Pandir Kelana menggambarkan situasi Indonesia, khususnya di Karesidenan Pati, di mana proses konsolidasi antara pemerintah sipil dan militer mengalami berbagai kendala. Hal ini diperparah oleh minimnya pasukan TNI yang ditempatkan di wilayah tersebut, sehingga menciptakan suasana perjuangan yang penuh tantangan.

 

3. Atheis (Achdiat Karta Mihardja)
Atheis adalah novel karya Achdiat Karta Mihardja yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1949 oleh Balai Pustaka. Novel ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh R.J. Maguire dan Achdiat Karta Mihardja sendiri pada tahun 1972.

 

Novel ini terdiri dari 15 bagian, yang tiap-tiap bagiannya ditandai dengan angka Romawi. Ceritanya berfokus pada perjalanan hidup Hasan, anak dari Raden Wiradikarta, seorang pensiunan mantri guru, yang tinggal di Panyeredan, Garut. Hasan tumbuh dalam keluarga yang religius dan taat pada ajaran Islam, khususnya tarikat.

 

Sejak kecil, ia mendapat pendidikan agama yang mendalam dan menjadi anak yang patuh pada orang tua serta teguh menjalankan ajaran agama. Cerita-cerita tentang surga dan neraka sering didengar Hasan dari ibu serta pembantunya, yang membentuk pandangan keagamaannya sejak dini.

 

Ketika dewasa, Hasan melanjutkan tradisi keluarganya dengan memperdalam ajaran mistik di Banten. Ia bahkan menjalani ritual berat seperti mandi 40 kali dalam satu malam, yang akhirnya membuatnya jatuh sakit karena TBC. Keteguhan agamanya membuat teman-temannya di Kotapraja Bandung memanggilnya "kiyai." Namun, kehidupannya mulai berubah saat bertemu kembali dengan Rusli, teman masa kecilnya, dan Kartini, yang mengingatkannya pada Rukmini, mantan kekasihnya.

 

Hasan memandang Rusli dan Kartini sebagai sosok yang terlalu bebas dan modern. Ia pun berniat membawa mereka kembali ke jalan agama. Namun, justru Hasan yang mulai terpengaruh oleh pemikiran Rusli, yang sering memberikan argumen-argumen berbasis marxisme, menggoyahkan keyakinan agama Hasan dan memicu konflik batin yang mendalam dalam dirinya.