Nasional

Ada Kesenian Musik Tradisional Sunda di Munas Konbes NU

Rabu, 27 Februari 2019 | 22:00 WIB

Banjar, NU Online 
Musysawarah Nasional Alim Ulam dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tidak melulu bahtsul masail terkait hukum yang dicari dari kitab klasik untuk solusi keumatan terkini. Bukan pula hanya pembahasaan internal NU, tapi menampilkan seni budaya seperti kasidah, marawis, dan paduan santri. Ada pula penampilan kesenian musik khas Sunda. 

Pada hari pertama kegiatan tersebut, Rabu (27/2) malam, selepas isya, kelompok seni tradisi dari komunitas Saung Gawir tampil di aula terbuka STAIMA pesantren tersebut. Sawung Gawir memainkan alat musik kacapi, suling, seluang, celempung, karinding, dan goong tiup. 

Ketika NU Online menonton, salah satu lagu yang dinyanyikan adalah Banondari. Lagu tersebut merupakan kisah asmara Rahwana yang kepincut seorang perempuan bernama Banondari. 

Menurut pupuhu Sawung Gawir, UU Burhanuddin, komunitasnya itu berdiri awal 2017 di Kota Banjar.  Karena tempat berkumpulnya komunitas tersebut di sebuah saung (dangau) yang berada tepi tebing (gawir), dinamakanlah Saung Gawir. 

‘Kebetulan saya urang Sunda. Kalau ingin menyampaikan sesuatu kepada urang Sunda, saya harus menggunakan kesenian dan bahasa Sunda. Biar apa, biar paham,” katanya selepas ia pentas. 

Ia pernah menjadi santri dan berguru hingga ke Jawa Timur. Ilmu yang ia dapat dalam tradisi bahasa Jawa ingin disampaikan ke orang Sunda melalui keseniannya. Melalui keseniannya tersebut, ia bisa menyampaikan shalawat dan ajaran Islam. Melalui kesenian pula, ajaran bisa sampai pada rasa.

“Seperti yang disampaikan Mbah Gus Dur tarekot lan ma’rifat biar manjing rasanya,” katanya mengutip syair Tanpo Waton yang dipopulerkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur, Ketua Umum PBNU 1984-1999).  

Tak hanya itu, menurut UU, Sawung Gawir juga menjadi tempat anak muda berkreasi seperti membikin kerajinan tangan. 

“Sedikit-sedikit, saya sampaikan apa yang saya ketahui, terutama manfaat berkah shalawat. Sesuai lagu Indonesia Raya, bangunlah jiwanya, bangunlah raganya. Walaupun saya miskin ilmu, paling tidak, mengajak anak muda, daripada ruang-riung teu puguh (berkumpul tidak jelas, red.) agar cinta shalawat dan cinta ulama,” pungkasnya.  

Menurut Abah Muhali, salah seorang yang disepuhkan di komunitas itu, mereka meminta kepada KH Munawir Abdurrohim untuk tampil di acara Munas dan Konbes NU. Ternyata permintaan tersebut dikabulkan.

“Kami sangat berterima kasih kepada pengasuh pondok pesantren Citangkolo (KH Munawir Abdurrohim, red.),” katanya. 

Menurut Abah Muhali, ada satu kecocokan NU dan budaya, termasuk budaya Sunda melalui konsep Islam Nusantara. Dengan konsep tersebut, NU menunjukkan, bahwa Islam berafiliasi dengan nilai-nilai budaya, termasuk Sunda. 

“Besok kami akan menampilkan seni Sunda tarawangsa,” katanya. (Abdullah Alawi)