Nasional

Aktivis Gen Z Tegas Tolak Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional

NU Online  ·  Jumat, 7 November 2025 | 21:30 WIB

Aktivis Gen Z Tegas Tolak Soeharto Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Lily Faidatin (tengah) dalam diskusi di Outlier Cafe, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (7/11/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Tangerang Selatan, NU Online

Aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) dari kalangan Gen Z, Lily Faidatin menegaskan penolakannya terhadap rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan pemimpin rezim Orde Baru, Soeharto.


Menurut Lily, langkah tersebut tidak adil bagi para korban dan pihak-pihak yang terdampak langsung oleh perilaku otoriter, perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Soeharto.


“Tolak dong,” tegas Lily saat ditanya tolak atau terima Soeharto jadi Pahlawan Nasional dalam Acara NU, PNI, dan Kekerasan Orde Baru di Outlier Cafe, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (7/11/2025).


Lily yang juga sebagai seorang santri menilai bahwa seorang tokoh tidak cukup hanya dilihat dari jasanya semata.


“Sebagai santri kita harus paham bahwa beliau bukan hanya berjasa tetapi juga berdosa. Marilah kita dukung setiap pihak secara personal maupun komunal yang juga melakukan penolakan pemberian gelar terhadap Soeharto,” ujarnya.


Ia menyampaikan bahwa dalam tradisi NU pentingnya menekankan nilai-nilai tasawuf, toleransi, dan amar ma’ruf nahi munkar dalam menilai sosok dan peristiwa.


“Kita harus melihat secara adil. Beliau memang berjasa dalam hal pertumbuhan ekonomi bangsa kita yang saat itu tidak memerlukan impor beras dari luar, tetapi kita juga harus secara adil bahwa lebih banyak orang yang dilukai, lebih banyak orang yang terkena imbas dari kebijakan Soeharto itu. Sampai hari ini, lukanya belum sembuh bagi jutaan orang yang terkena imbasnya,” jelasnya.


Lily mengungkapkan, sebagai bagian dari generasi muda, dirinya baru mengenal sosok Soeharto secara lebih mendalam ketika memasuki dunia perkuliahan.


Menurutnya pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional akan menimbulkan ketidakadilan sejarah.


“Ketika Soeharto kemudian dijadikan sebagai pahlawan nasional rasanya sangat tidak adil bagi korban dan orang-orang yang pernah bersinggungan dan terdampak dari adanya Orde Baru itu,” ujar Lily.


Ia menegaskan bahwa masih banyak bukti bahwa luka akibat kebijakan Orde Baru belum sepenuhnya pulih.


“Kita mungkin tahu bahwa Aksi Kamisan menjadi salah satu bukti bahwa era Orde Baru belum selesai, bahkan sampai hari ini. Sangat tidak keren kalau misalnya kita sebagai generasi muda turut mendukung Soeharto sebagai pahlawan nasional. Mungkin kalau menjadi pahlawan, ya bagi keluarganya sendiri saja,” ucapnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang