Nasional

Bahaya Hoaks dan Cara Mengantisipasinya

Jumat, 18 Januari 2019 | 17:05 WIB

Bahaya Hoaks dan Cara Mengantisipasinya

Kampanye antihoaks (ant)

Jakarta, NU Online
Keberadaan konten media sosial yang berisi kabar hoaks dan ujaran kebencian di media sosial dianggap telah berada dalam level ‘sangat mengkhawatirkan’. Keduanya tidak hanya bisa memprovokasi dan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat namun juga berdampak buruk baik psikologis, sosial, hingga medis. 

Dampak psikologis seperti perasaan kecewa, rasa takut dan benci terhadap orang lain adalah dampak pertama yang biasanya dirasakan pembaca konten hoaks dan ujaran kebencian. Dampak serupa juga dirasakan objek berita hoaks dan ujaran kebencian. Orang yang menjadi objek tersebut bisa tersiksa oleh rasa malu, marah, dan trauma ketika menjadi objek hoaks. 

“Jadi dampak psikologisnya bisa jadi pada orang yang dituju atau juga pada orang yang membaca berita hoaks tersebut,” ujar psikolog Anak dan Keluarga, Maharani Ardi Putri, di Jakarta, Jumat (18/1).

Setelah dampak psikologis, lanjutnya, hoaks bisa berdampak sosial. Artinya ketika hoaks tertentu ramai di sosial media, dan ditimpali ujaran kebencian, maka secara sosial perilaku yang bersangkutan pun ikut menjadi berubah. “Yang tadinya mungkin orang tidak sadar terhadap masalah-masalah tersebut kemudian menjadi sadar dan bahkan sikapnya sangat ekstrem. Nah hal tersebut akan membawa dampak sosial,” katanya
 
Dalam tahap tertentu, hoaks dan ujaran kebencian berdampak hingga pada medis yaitu ketika orang menjadi merasa sedih dan depresi karena mengetahui informasi tersebut. Kemudian juga bisa menjadi sakit karena adanya hoaks ataupun ujaran kebencian tersebut. 

Karena itu untuk mengantisipasi dampak buruk yang bisa terjadi diperlukan upaya preventif seperti ‘psiko edukasi’ dan kampanye sebar cinta dan damai, terutama jelang pesta demokrasi April mendatang. “Psiko-edukasi bisa dilakukan dalam banyak hal yakni bisa melalui iklan layanan masyarakat, menggunakan brosur yang disebarkan atau diviralkan melalui medsos dan sebagainya. Jadi hal-hal yang negatif itu juga harus kita konter dengan hal-hal yang positif,” tegasnya. 

Ia menambahkan bahwa keluarga memiliki peran sangat penting dalam mengajarkan cara menggunakan media sosial yang bijak terutama terhadap anggota keluarga yang masih berusia anak. Seorang anak, lanjutnya, perlu diperkenalkan pada hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah di media sosial. Orang tua juga perlu mengajarkan kepada anak mengenai jenis konten yang bisa diunggah di media sosial. 

Secara umum, katanya, segala jenis pendidikan pada dasarnya bermula dari pendidikan keluarga, termasuk pendidikan dalam menggunakan internet yang bijak. Sehingga pada intinya, cara pencegahan terbaik bukanlah mencegah seseorang memiliki akun media sosial, tetapi mengajarkan cara bijak menggunakannya. (Ahmad Rozali)