Nasional

BGN: 13.371 Penerima MBG Keracunan, Separuhnya Akibat Bakteri dari Air atau Udara Tak Steril

NU Online  ·  Rabu, 12 November 2025 | 15:15 WIB

BGN: 13.371 Penerima MBG Keracunan, Separuhnya Akibat Bakteri dari Air atau Udara Tak Steril

Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana saat rapat di Komisi IX DPR RI, Rabu (12/11/2025). (Foto: Tangkapan layar Youtube TVR Parlemen)

Jakarta, NU Online

Badan Gizi Nasional (BGN) melaporkan sebanyak 13.371 penerima manfaat program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengalami gangguan kesehatan akibat dugaan keracunan pangan dalam pelaksanaan program tersebut. Dari jumlah itu, 636 orang menjalani rawat inap, sementara 12.755 lainnya menjalani perawatan jalan.


Kepala BGN Dadan Hindayana menyampaikan bahwa data tersebut merupakan hasil sinkronisasi antara BGN dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).


Ia memastikan perbedaan data antara kedua lembaga sangat kecil dan kini tengah disesuaikan untuk memperkuat validitas pelaporan.


“Perbedaan data dengan Kementerian Kesehatan sangat kecil, hanya dua kasus. Kami terus melakukan sinkronisasi agar validasi data semakin akurat,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, dikutip dari kanal YouTube TVR Parlemen, Rabu (12/11/2025).


Berdasarkan data BGN, terdapat 441 kejadian keracunan pangan secara nasional, dengan 211 kasus atau hampir 48 persen di antaranya terjadi dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis. Angka tersebut menjadikan MBG sebagai penyumbang terbesar kasus keracunan pangan di Indonesia sepanjang tahun 2025.


Meski demikian, Dadan menegaskan sebagian besar kegiatan program berjalan baik dan sesuai standar.


“Kami sudah memproduksi 1,8 miliar porsi makanan, dan alhamdulillah sebagian besar berjalan dengan sangat baik,” kata Dadan.


Separuh kasus akibat bakteri E. coli

Hasil kajian Kemenkes menunjukkan bahwa sekitar 50 persen kasus keracunan disebabkan oleh cemaran bakteri Escherichia coli (E. coli) yang berasal dari udara atau air yang tidak steril. Bakteri ini biasanya muncul akibat proses pencucian, pengolahan, atau penyimpanan makanan yang tidak higienis.


Sebagai langkah koreksi, BGN kini mewajibkan setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menggunakan air bersertifikat steril untuk memasak dan membersihkan peralatan dapur.


“Hal ini penting agar wadah makanan cepat kering dan steril, sehingga mengurangi risiko kontaminasi,” jelas Dadan.


Selain itu, setiap dapur MBG diwajibkan menggunakan food tray tahan panas hingga 120 derajat Celsius guna memastikan proses sterilisasi berjalan optimal.


BGN juga memperluas penggunaan rapid test keamanan pangan untuk mendeteksi cemaran secara lebih cepat, meski distribusinya masih terbatas karena keterbatasan alat di dalam negeri.


Menjawab tantangan di lapangan, Dadan menuturkan bahwa pihaknya terus meningkatkan kapasitas penjamah makanan melalui pelatihan rutin.


“Bagi petugas baru, kami adakan bimtek setiap akhir pekan. Untuk yang sudah berpengalaman, dilakukan pelatihan penyegaran dua bulan sekali,” ujarnya.


Hingga kini, sebanyak 1.619 SPPG telah mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Namun, Dadan mengakui percepatan sertifikasi masih bergantung pada kesiapan pemerintah daerah.


“Dalam petunjuk teknis terbaru, penerapan standar higiene dan sanitasi sudah diperketat, sehingga proses penerbitan SLHS akan makin cepat,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang