Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, lambang sebuah organisasi biasanya mudah dipahami dan dinalar. Ia mencontohkan, Presiden RI Pertama, Soekarno memakai banteng sebagai lambang dari partainya, PNI, karena banteng kalau barisan hewan itu berjalan ke satu arah maka tidak ada yang bisa menghalanginya.
Begitu pun dengan Muhammadiyah yang menggunakan lambang matahari. Organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu berupaya memberikan penerangan atau pencerahan kepada umat, layaknya matahari menerangi bumi.
Lantas bagaimana dengan lambang NU?
“Kenapa kok jagat (bola dunia)? Ini orang tidak ketemu nalarnya sejak NU didirikan. Lha bagaimana bisa begitu? Karena dapatnya lambang NU itu dari isyarat, hasil ikhtiyar,” jelas Gus Yahya, dalam acara Silaturahmi Pj Rais Aam dengan Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang Se-Banten, Selasa (23/7).
“KH Ridwan Abdullah (ketika itu) ditugasi membuat lambang NU, lalu beliau istikharah dan mendapatkan gambar itu. Kemudian beliau tuangkan. ‘Pokonya yang saya (Kiai Ridwan) lihat isyaratnya begini, maknanya apa? emboh’,” lanjutnya.
Namun demikian, lanjut Gus Yahya, belakangan orang-orang merasakan dan menemukan atsar (efek) dari lambang NU tersebut. Misalnya kata Nahdlatul Ulama dalam bahasa Arab itu terdiri dari 11 huruf. Sementara jika dieja, kata dari Nahdlatul Ulama itu terdiri dari 6 suku kata. Maka jika keduanya ditambahkan akan menjadi angka 17.
Kemudian soal tali yang memlilit dunia dan kendor sehingga membentuk angkat 8. Bagi Gus Yahya, kalau seandainya tali tersebut kencang maka akan membentuk angka 0, bukan 8. Lalu bintang dalam lambang NU ada 9. Menariknya, posisi bintang itu; di bawah 4 dan di atas 5 bintang. Mengapa tidak sebaliknya?
Jika angka-angka dalam lambang NU tersebut digabungkan, maka akan sama dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agutus 1945; 17 (huruf dan suku kata NU), 8 (tali kendor dalam lambang NU), dan 45 (bintang di bawah dan di atas bola dunia dalam lambang NU).
“Baru 19 tahun kemudian (1945), orang melihat atsarnya. Ini baru atsar. Ini belum sampai ke soal gambar jagat (bola dunia) itu,” ujar Pengasuh Pesantren Raudlatut Talibin Rembang ini.
“Dlad itu adalah maziyah (keistimewaan) Rasulullah. Maka yang nyebrang melalanglang jagat itu adalah maziyah Rasulullah. Maziyah Rasulullah itu wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Sekarang kita mulai merasakan atsarnya,” imbuhnya. (Red: Muchlishon)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
6
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
Terkini
Lihat Semua