Nasional

Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil

Senin, 24 Maret 2025 | 13:00 WIB

Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil

KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. (Foto: dok. Pojok Gus Dur)

Jakarta, NU Online

Pengesahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus menuai perdebatan hangat di berbagai kalangan. Kekhawatiran muncul terkait kemungkinan kembalinya peran TNI dalam ruang-ruang sipil yang mengingatkan era Dwifungsi.


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy menyoroti kebijakan yang dilakukan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memisahkan Polri dan TNI.


"Dulu TNI terdiri dari tiga angkatan plus Polisi di bawah satu komando didukung oleh Golkar. Basis dari otoritarianisme iya ABRI plus Golkar sebagai partai. Padahal Golkar bukan partai tapi sipil yang menguasai partai," kata Suaedy kepada NU Online, Sabtu (22/3/2025).


Reformasi, kata Suaedy, menuntut pemisahan politik termasuk di dalamnya ABRI. Gus Dur kemudian mengambil langkah bahwa polisi tidak lagi menjadi TNI dan TNI bertanggung jawab penuh pada pertahanan.


Suaedy menyoroti kebijakan Gus Dur yang menunjuk seorang perwira Angkatan Laut sebagai Panglima TNI, yang kala itu merupakan pertama kalinya dalam sejarah Indonesia. 


"Banyak pembangunan di situ, misalnya sipil mulai berorientasi pada maritim dan batas laut karena itu dianggap panglima adalah angkatan darat dan laut," imbuhnya.


Suaedy mengatakan yang paling mencolok upaya Gus Dur melakukan perdamaian Aceh dan Papua pada 1999–2001. Dalam disertasinya, Suaedy meneliti bagaimana Gus Dur menghadapi tantangan besar dari militer dalam proses perdamaian tersebut. 


"Itu adalah pergulatan paling keras antara Gus Dur dan militer," ucapnya.


Menurutnya, tahap-tahap untuk menjadikan Tentara supremasi sipil sudah tuntas sejak era Gus Dur termasuk saat perdamaian Aceh dan Papua dengan keluarnya Otsus. Namun, setelah Gus Dur lengser supremasi sipil mulai mengalami kemunduran. 


"Sejak era Megawati, militer dan polisi kembali ditempatkan dalam ranah publik. Jadi kalau ada kritik terhadap TNI-Polri sekarang, itu semacam kamuflase saja. Justru di era Megawati, TNI dan Polri semakin kuat," ungkapnya.


Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), berperan besar dalam mencabut dwifungsi ABRI, setelah masa Reformasi 98. Reformasi 98 merupakan akhir dari kekuasaan militeristik Orde Baru (Orba) dengan pengendali utama Soeharto.


Ketua PBNU Alissa Wahid mengingatkan masyarakat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk menurunkan rezim Orde Baru (Orba) demi mewujudkan supremasi sipil dan hukum, bukan supremasi senjata. 


"Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata," kata Alissa dalam jumpa pers di STF Driyarkara, Jakarta, Selasa (18/3/2025).


Alissa khawatir jika revisi UU TNI justru melegitimasi masuknya mereka yang memegang senjata pada ruang-ruang sipil. Padahal, menurutnya, UU TNI semestinya dilakukan untuk tujuan memperkuat profesionalitas TNI.

 

"Walaupun namanya bukan dwifungsi ABRI, tapi kalau esensinya membawa senjata ke ruang sipil, itu sama saja," imbuh Alissa.