Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengrus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus mengingatkan kepada para pemimpin NU untuk berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan-pernyataan, terutama bila berkaitan dengan politik praktis.
Pernyataan Gus Mus itu tentu beralasan mengingat semenjak 1984, NU menyatakan kembali ke Khittah 1926 dengan memfokuskan diri sebagai organisasi sosial-keagamaan (diniyah-ijtimi’iyah) yang tidak terlibat politik praktis melainkan politik kebangsaan.
“Dan sebaiknya tak usah bicara politik praktis di kantor NU. Bukan tempatnya,” pinta Pengasuh Pesantren Raudlatun Thalibin, Leteh, Rembang ini di jejaring sosial Twitter, Kamis (9/8) dini hari
Sampai pukul 06.00 WIB, twit Gus Mus itu sudah ditwit ulang sedikitnya 1239 akun lain. Salah satu akun bernama John @johnnie_muhan setuju dengan sikap Gus Mus itu. “Setuju Gus, jangan pakai nama NU untuk kepentingan Politik para Oknum,” balasnya.
Dalam twitnya, alumnus Pesantren Krapyak, Yogyakarta dan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, ini juga melampirkan klarifikasi salah satu ketua PBNU Robikin Emhas soal tidak benarnya berita ancaman kepada Presiden Jokowi yang dimuat sebuah media daring.
Sebelumnya, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj juga menegaskan tentang posisi NU yang tidak terlibat dalam dukung-mendukung pasangan capres-cawapres dalam pilpres 2019. Sebab, peran seperti itu lebih layak dilakukan partai politik. “Kalau NU mendoakan saja, istighotsah saja. NU bagian itu,” ujarnya.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Masduki Baidlowi mengakui, sebagai ormas dengan jumlah anggota terbesar, banyak politisi dan partai politik berebut untuk mendapatkan simpati dan dukungan NU. Oleh karena itu, semangat berkhittah harus tetap diperkuat agar NU tidak terjerumus ke dalam praktik politik praktis.
“NU ketika berkhittah menjadi rebutan para partai politik itu sudah sejak dahulu kala,” katanya. (Ahmad Naufa/Mahbib)