Gusdurian Peduli: Tata Kelola Hutan Buruk Jadi Akar Bencana Berulang di Sumatra
NU Online · Sabtu, 6 Desember 2025 | 05:30 WIB
Ayu Lestari
Kontributor
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Yayasan Gusdurian Peduli, Yuska Harimurti, menilai bencana tanah longsor dan banjir bandang yang berulang di Sumatra tidak terlepas dari persoalan tata kelola hutan dan lingkungan yang keliru sejak awal pemerintahan berjalan. Menurutnya, kesalahan itu tidak pernah dievaluasi secara serius sehingga kerusakan terus berlanjut.
“Dalam perspektif keseimbangan ekosistem yang menjadi modal kehidupan masa depan, maraknya pertambangan legal maupun ilegal berjalan tanpa tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan,” ujar Yuska kepada NU Online, Jumat (5/12/2025).
Ia menjelaskan, orientasi pembangunan yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas utama membuat perizinan pembukaan hutan dan lahan tambang begitu mudah, tanpa pertimbangan dampak lingkungan. Pada saat bersamaan, pembangunan kawasan perkotaan terus meluas seiring pertambahan penduduk.
“Pertumbuhan perkebunan sawit dan penebangan pohon secara liar makin menjadi-jadi, mengabaikan hukum dan masukan para ahli. Akibatnya, daya ikat tanah melemah sehingga air yang seharusnya meresap ke dalam tanah justru mengalir deras membawa material,” jelasnya.
Kondisi tersebut, tambah Yuska, mempersempit wilayah sungai akibat padatnya populasi di sepanjang aliran sungai.
“Perlu evaluasi menyeluruh dan penataan ulang kawasan hutan serta sungai di wilayah rawan bencana,” tegasnya.
Ia mengingatkan, apabila siklus bencana terus berulang, kerusakan yang ditimbulkan akan semakin sulit dipulihkan. Perubahan arah aliran sungai, perlambatan ekonomi, serta meningkatnya angka kemiskinan menjadi ancaman nyata. “Banyak sektor terdampak, terutama pertanian dan UMKM,” ujarnya.
Kerusakan infrastruktur dan fasilitas umum seperti jalan rusak hingga jembatan roboh juga menimbulkan biaya pemulihan sangat besar, selain memutus rantai perdagangan dan menghentikan aktivitas ekonomi untuk sementara. Faktor kesehatan masyarakat pun rentan terganggu apabila tidak ada respons cepat dari pemerintah.
“Tanpa penanganan yang baik, datangnya penyakit bukan hal mustahil. Trauma sosial juga muncul dan menjadi risiko yang harus dihadapi,” tutur Yuska.
Namun, ia melihat sisi positif dari kejadian ini, yakni terbukanya kesempatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait pengelolaan lingkungan, termasuk penataan tambang, kebun kelapa sawit, dan penegakan hukum terhadap praktik penebangan liar.
Yuska juga menyinggung pentingnya mitigasi bencana di wilayah rawan seperti Sumatra. Indonesia, kata dia, adalah negeri subur yang di saat bersamaan menyimpan banyak potensi bencana karena keberadaan gunung berapi, lempeng tektonik, garis pantai panjang, serta musim kemarau ekstrem.
“Mitigasi bencana harus menjadi bagian wajib dalam arah pembangunan ke depan, dengan perspektif keselamatan lingkungan dan umat manusia,” katanya.
Di tengah besarnya dampak bencana, Yuska menyoroti kuatnya gerakan solidaritas warga dalam kampanye “rakyat bantu rakyat”. Menurutnya, gerakan itu menunjukkan dua hal sekaligus.
“Itu adalah wujud gotong royong dan kedermawanan masyarakat Indonesia. Namun secara khusus, itu juga menandakan lemahnya peran negara dalam mengantisipasi dan menangani persoalan yang muncul akibat bencana maupun konflik sosial lainnya,” pungkas Yuska.
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua