Nasional

Halal Bihalal Penyempurna Peleburan Dosa, Kini Saatnya Bermaaf-maafan

Kamis, 11 April 2024 | 07:45 WIB

Halal Bihalal Penyempurna Peleburan Dosa, Kini Saatnya Bermaaf-maafan

Ilustrasi bermaaf-maafan. (Foto: dok. NU Online)

Jombang, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mansuriyah Kalijaring, Tembelang, Jombang KH Ahmad Roziqi menganjurkan masyarakat Muslim untuk melakukan halal bihalal. Sebab tradisi bermaaf-maafan yang hanya ada di Indonesia itu diyakini dapat menyempurnakan peleburan doa.


"Halal bihalal itu penyempurna pelebur dosa, maka lakukanlah maaf-maafan dengan sesama manusia," jelasnya ke NU Online, Rabu (10/4/2024).


Kiai Roziqi menjelaskan maksud penyempurna peleburan dosa, sebagaimana yang dijelaskan dalam literatur puasa Ramadhan dengan segala ritualnya yang menjanjikan peleburan dosa-dosa bagi yang mau menjalankan puasa, qiyamul lail, dan ritual-ritual lainnya.


Hal ini termuat dalam hadits tentang fadhilah puasa yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, hadits tersebut yaitu:


مَن صامَ رَمَضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ


Artinya: Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.


Hal senada juga dijelaskan Sulthon Al-Ulama Syaikh 'Izz Al-Din bin Abd As-Salam ketika menafsirkan penutup ayat wajibnya puasa yang ada di dalam kitab Maqashid As-Shaum karya Syeikh Izz Al-Din Abd Al-Aziz bin Abd As-Salam, yaitu:

 


معناه لعلكم تتقون النار بصومه فإن الصوم سبب لغفران الذنوب
الموجبة للنار

 


Artinya: Ma'nanya adalah puasa yang dijalani bisa dijadikan sebagai pelindung dari siksa neraka. Hal ini dikarenakan puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa yang bisa menggelincirkan pelakunya ke dalam neraka.


Demikian pula qiyamul lail. Amalan ini juga bisa meleburkan dosa-dosa pengamalnya. Sesuai hadits dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim:


عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ». متفقٌ عَلَيْهِ.


Artinya: Barangsiapa yang menjalankan qiyamul lail (shalat sunnah di malam hari) di bulan Ramadhan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.


"Dalil Al-Falihin sebagai salah satu syarah kitab Riyadhus Shalihin menjelaskan bahwa dosa-dosa yang diampuni hanyalah dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan hak Allah," imbuh Kiai Roziqi. 


Sementara dosa dengan sesama manusia, solusi yang diberikan Nabi adalah meminta halal atau maaf kepada orang yang pernah dizalimi. Cara meminta halal atas kezaliman yang pernah dilakukan kepada orang lain ini bisa diatasi dalam tradisi umat Muslim di negeri ini, yaitu halal bihalal.


"Selanjutnya adalah tulus dalam halal bihalal, tulus dalam meminta halal serta tulus dalam menghalalkan kesalahan orang lain, agar dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia diampuni," ujar alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini.


Menurutnya, semakin lapang dada dalam memberikan kebaikan tanpa pandang bulu, apakah seseorang itu berbuat baik atau tidak, maka semakin nyata seseorang itu sebagai al-washil, yaitu orang yang menyambung tali persaudaraan.


Sesuai hadits Nabi:


عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمُه وصلها⁵


Artinya: Penyambung tali persaudaraan itu bukanlah al-mukafi' (yang berlaku baik hanya kepada yang baik saja), tetapi dialah yang tetap menyambung ketika persaudaraan sudah diputus (tetap memperlakukan dengan baik sekalipun kebaikannya tidak dihargai dan dibalas dengan kebaikan).


"Semoga halal bihalal kita melebur dosa-dosa sesama manusia, menyempurnakan penyucian diri ini dari segala dosa," kata Kiai Roziqi. 


Ia menegaskan bahwa meminta maaf adalah ajaran Nabi Muhammad. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah berpesan jika seseorang menzalimi saudaranya, baik mencederai harga dirinya maupun kezaliman yang lain, maka hendaknya meminta halal kepada saudaranya yang telah dizalimi sebelum datang suatu hari ketika dinar dan dirham tidak lagi berlaku.


"Jika di dunia belum terselesaikan, maka amal baiknya -seberat kezaliman yang dilakukan- akan diberikan kepada orang yang dizaliminya dan jika kebaikannya sudah habis maka dosa-dosa orang yang dizaliminya akan dibebankan kepadanya," pungkas Kiai Roziqi.