Nasional

Hari Arafah Beda dengan Arab, LFNU: Ikuti Kalender Hijriah Negara Setempat

Senin, 12 Juni 2023 | 14:00 WIB

Hari Arafah Beda dengan Arab, LFNU: Ikuti Kalender Hijriah Negara Setempat

Tenda-tenda di Arafah untuk menampung jamaah haji. (MCH 2022)

Jakarta, NU Online
Ketinggian hilal 29 Dzulqa’dah 1444 H memang sudah di atas ufuk, tetapi masih di bawah kriteria imkanurrukyah, yakni + 0 derajat 59 menit 23 detik dengan elongasi 5 derajat 08 menit 27 detik pada markaz Jakarta. Hal ini berpotensi menimbulkan perbedaan hari Arafah dan hari raya Idul Adha antara Indonesia dengan Arab Saudi.

 

Melalui Informasi Hilal Awal Dzulhijjah 1444 H, 29 Dzulqa’dah 1444 H / 18 Juni 2023 M, Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menegaskan agar umat Islam dapat mengambil pedoman kalender Hijriah dari negara yang ditempati dengan mendasari penanggalannya pada rukyatul hilal. Hal ini sebagaimana yang diputuskan Muktamar Ke-30 NU di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur tahun 1999.

 

“Puasa ’Arafah adalah karena kalender yaum ‘arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Kalender yang dipedomani adalah kalender negara setempat yang ditentukan berdasarkan ru’yah hilal,” demikian termaktub dalam Informasi yang dikeluarkan LF PBNU.

 

Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Imam Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Sulaiman bin Manshur al-Jamal dalam Futuhat al-Wahhab bi Taudhih Fath al-Wahhab, bahwa “Hari Arafah adalah hari yang telah dimaklumi oleh orang-orang.”

 

“Barang siapa melihat hilal sendirian atau bersama orang lain dan ia bersaksi dengannya, lalu kesaksiannya itu ditolak, maka ia harus wuquf sebelum orang–orang, tidak boleh wuquf bersama mereka, dan wuquf-nya mencukupi (sebagai rukun haji). Sebab yang menjadi pedoman perihal waktu masuk dan keluarnya hari Arafah adalah keyakinannya sendiri,” demikian tertulis dalam Informasi dari LF PBNU itu.

 

Oleh karena itu, umat Islam Indonesia tidak dibenarkan untuk mengikuti kalender Hijriah berdasarkan perhitungan secara global atau internasional. Sebab, Indonesia sendiri sudah merupakan satu kesatuan wilayah hukum secara syariat Islam. Keputusan ini disepakati ulama pada Muktamar ke-30 NU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 21-27 Nopember 1999.

 

“Umat Islam Indonesia maupun Pemerintah Republik Indonesia tidak dibenarkan memedomani ru’yah hilal internasional (global) karena Indonesia tidak berada dalam kesatuan hukum (al-balad al-wahid) dengan negeri yang mengalami rukyat,” demikian tertulis dalam Informasi tersebut.

 

Sementara itu, Munas Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Ihya Ulumiddin Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah pada November 1987 memutuskan bahwa pakar hisab (hasib) yang melakukan wukuf di Arafah pada hari yang ditetapkan oleh kerajaan Saudi Arabia namun bertentangan dengan hasil hisabnya sendiri, hukumnya sah.

 

Sebagaimana diketahui, awal bulan Dzulhijjah 1444 H di Indonesia akan bertepatan pada Selasa (20/6/2023), jika hilal tidak dapat teramati (istikmal). Dengan begitu, hari Arafah di Indonesia akan bertepatan pada hari Rabu (28/6/2023). Sementara di Arab Saudi sendiri, hari Arafah ada kemungkinan terjadi sehari sebelumnya pada Selasa (27/6/2023) mengingat ketinggian hilal yang berbeda antara Indonesia dan Arab Saudi.

 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi