Tangerang Selatan, NU Online
Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari menurut Akhmad Shodiq selain sebagai ulama yang ahli dalam bidang hadits ia juga sosok pelaku tarekat yang memberikan pandangan-pandangan ketat terhadap praktik tarekat.
Diantaranya adalah Kiai Hasyim sangat menyayangkan perilaku murid yang berlebih-lebihan terhadap guru (mursyid) apalagi jika diketahui mursyidnya belum pada tingkatan kamil.
Itulah mengapa Kiai Chamim Jazuli atau yang akrab disebut Gus Miek masih menguji Kiai Dalhar untuk dijadikan sebagai gurunya.
“Butuh waktu dua tahun untuk mengecek apakah Mbah Dalhar pantas dijadikan sebagai gurunya, dan selama itu Gus Miek berpura-pura menjadi muridnya, ia mencari apakah ada isu-isu negatif atau tidak dalam diri Mbah Dalhar,” papar Dosen Akhlak Tasawuf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC) Tangerang Selatan Sabtu (21/4).
Padahal, lanjutnya, Mbah Dalhar adalah sosok yang alimnya sangat luar biasa. Tetapi karena kekritisan Gus Miek sebagai seorang murid, ia melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap gurunya itu. Setelah semua terbukti tidak ada masalah apapun, barulah Gus Miek berbaiat kepada Mbah Dalhar untuk menjadi muridnya.
“Begitu pula Kiai Ahmad Shiddiq, beliau juga sangat lama untuk dapat menerima Gus Miek untuk dijadikan sebagai partner dalam bertasawufnya,” lanjutnya.
Kiai Shodiq menggambarkan bahwa Gus Miek merupakan tipe-tipe wali yang luar biasa. Jika seseorang yang tugasnya menunggu pondok, mengajar di pondok, maka yang nampak adalah kesalehannya. Tapi kalau seseorang pekerjaannya sebagai montir, yang bergelut dengan oli setiap hari, pasti sangat susah untuk melihat kebaikannya. “Itulah Gus Miek,” terangnya.
Kiai Shiddiq begitu tegas dan kritis, sehingga membuat Gus Miek bertanya-tanya siapakah dirinya sebenarnya. Kiai Shodiq kemudian berkisah, bahwa suatu hari mereka berdua dipertemukan dan berdebat di dalam satu kamar selama delapan jam, dan ketika keluar dari kamar mereka masih dalam argumenn masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa para ulama tasawuf terdahulu memiliki tingkat kekritisan yang sangat tinggi.
Hingga perdebatan keduanya dilanjutkan kembali selama empat jam, dan barulah Kiai Ahmad Shiddiq tasmi’ kepada Gus Miek.
“Aku ini adalah orang yang berada di puncak bukit, kalau ada telaga di bawahnya akan aku pastikan apakah telaga itu dangkal atau tidak, jika aku jatuh dan telaganya dangkal pasti aku akan mati, tapi Gus Miek memiliki kedalaman yang sangat luar biasa,” ucapnyanya merujuk dari perkataan Kiai Shiddiq. (Nuri Farikhatin/Muiz)