Ini Dua Hambatan bagi Shalawat dan Perkembangan Musik
Ahad, 11 Maret 2018 | 08:02 WIB
Saat ini, shalawat yang diiringi musik baik tradisional maupun kontemporer sangat digemari. Acara shalawatan hampir tak pernah sepi. Melihat hal tersebut, tentu baik, menurut Ngatawi Al-Zastrouw saat ditemui NU Online di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Matraman, Jakarta, Sabtu (10/3).
“Kebangkitan shalawat tidak semata-mata masuk ke era industri. Hal itu bisa menghilangkan spirit dari shalawat,” lanjut dosen Unusia itu.
Pria asal Pati itu menjelaskan bahwa seni religi saat ini menghadapi dua gempuran fundamentalisme. Dari sisi kanan, ada fundamentalisme agama yang mengharamkan dan membid’ahkan. “Karena dianggap mengotori agama.”
Sisi kirinya, seni religi menghadapi fundamentalisme pasar atau kapitalisasi dan industrialisasi. Shalawatan tidak hanya menuntut produksi dan mengejar materi dari hukum pasar.
“Hal itu dapat menghilangkan substansi seni karena hanya menuntut produksi dan materi dari hukum pasar,” kata pimpinan grup musik Ki Ageng Ganjur itu.
“Ini yang perlu dicermati oleh kebangkitan shalawat,” tegasnya.
Musik dipilih sebagai media pengantar dalam menebarkan Islam di Nusantara. Alasannya, musik dapat menyentuh relung hati terdalam. Orang Nusantara lebih tersentuh hatinya jika menggunakan seni. Musik masuk ke dalam bagian seni.
“Penanaman Islam di Nusantara tidak melalui sentuhan kohersif, tetapi melalui sentuhan hati, melalui getaran-getaran hati. Paling efektif ya melalui seni,” katanya.
Selain itu, musik juga sudah menjadi bagian hidup masyarakat Nusantara. Maka, setidaknya ada tiga hal yang membuat musik dipilih, yakni lebih menarik, lebih gampang menyentuh hati, dan lebih gampang dipahami.
Perkembangan Musik
Musik tradisional, pada asalnya, sebagai ekspresi spiritualitas. Maka permainan itu merupakan bentuk persembahan, ketundukan, atau cara ibadah.
“Seni dalam konteks masyarakat tradisional itu menjadi alat peribadatan. Maka dia berangkatnya dari spiritualitas,” katanya.
Lalu, musik mengalami perkembangan. Mulanya, hanya menjadi sarana ritual, musik berkembang menjadi sarana pendidikan. “Lagu Gundul-gundul Pacul, Cublek-cublek Suweng, itu musik sebagai sarana pendidikan,” ujarnya.
Perkembangan musik semakin meluas dengan menjadi hiburan. Meskipun meluas, tetapi tidak menghilangkan fungsi sebelumnya. Hal ini terbukti dengan masih adanya musik sebagai sarana untuk shalawatan yang merupakan bagian dari ritus dalam Islam. Selain itu, dalam dunia pendidikan, musik juga tidak pernah ditinggalkan.
“Jadi, perkembangan musik itu tidak pernah menegasikan yang lain,” tutupnya. (Syakirnf/Alhafiz K)
Terpopuler
1
Sosiolog Sebut Sikap Pamer dan Gaya Hidup Penyebab Maraknya Judi Online
2
Menkomdigi Laporkan 80 Ribu Anak Usia di Bawah 10 Tahun Terpapar Judi Online
3
Kabar Duka: KH Munsif Nachrowi Pendiri PMII Wafat
4
Besok Sunnah Puasa Ayyamul Bidh Jumadal Ula 1446 H, Berikut Niat dan Keutamaannya
5
Khutbah Jumat: Peran Ayah dalam Kehidupan Keluarga
6
Khutbah Jumat: Mari Selamatkan Diri dan Keluarga dari Bahaya Judi Online
Terkini
Lihat Semua