Nasional

Kampanye 16 HAKTP 2025, Komnas Perempuan Desak Negara Perkuat Layanan Korban Kekerasan di Kepulauan

NU Online  ·  Jumat, 28 November 2025 | 10:00 WIB

Kampanye 16 HAKTP 2025, Komnas Perempuan Desak Negara Perkuat Layanan Korban Kekerasan di Kepulauan

Kampanye 16 HAKTP: Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman dengan tema Perkuat Layanan Perempuan Korban Kekerasan di Kepulauan di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (27/11/2025). (NU Online/Rikhul Jannah)

Jakarta, NU Online

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) 2025 kembali menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam memperkuat layanan bagi korban kekerasan, khususnya perempuan yang tinggal di wilayah kepulauan.


Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Maria Ulfah Anshor menyatakan bahwa Kampanye 16 HAKTP tahun ini menjadi momentum mendesak negara untuk memastikan kebijakan perlindungan yang lebih berpihak pada korban.


Ia membahas tema Kampanye 16 HAKTP yakni Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman. Maria menegaskan bahwa perlindungan perempuan merupakan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat, bukan hanya lembaga pemerintah. Namun, ia menyoroti bahwa perempuan yang tinggal di wilayah kepulauan masih menghadapi hambatan mendasar dalam mengakses layanan.


“Dalam 16 HAKTP 2025 ini, kami mengusung di antaranya adalah penanganan pelindungan dan pemulihan terhadap korban-korban kekerasan terhadap perempuan itu dengan cara berbasis kepulauan. Itu di antaranya persoalan akses,” ujarnya dalam Acara 16 HAKTP Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (27/11/2025).


Ia menjelaskan bahwa pemilihan Pulau Tidung sebagai lokasi acara menjadi simbol keberpihakan terhadap wilayah-wilayah yang selama ini kurang mendapat perhatian.


“Pulau Tidung merupakan wujud nyata konsolidasi yang dilakukan bersama komunitas perempuan setempat, sekaligus memastikan pesan kampanye menjangkau wilayah paling terdepan, tertinggal, dan terluar agar perempuan di kepulauan dapat merasakan dukungan, perlindungan, serta ruang aman yang layak bagi mereka,” tutur Maria.


Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi turut menyoroti kerentanan perempuan di wilayah kepulauan. Ia menuturkan bahwa banyak perempuan yang berprofesi sebagai nelayan, tapi mereka tidak selalu mendapatkan perhatian dan perlindungan yang memadai.


“Perempuan-perempuan di kepulauan yang didominasi sebagai nelayan sedikit luput dari perhatian,” ujarnya.


Dalam rangkaian peringatan 16 HAKTP 2025, ia menegaskan pentingnya kerja kolaboratif hingga tingkat desa dan kelurahan untuk memastikan pemenuhan hak perempuan dan anak.


“Gerak bersama kita punya andil untuk mengembalikan ruang yang aman. Ini bisa terwujud kalau kita saling bergandengan tangan dan berkolaborasi bersama-sama. Ayo kita bergandengan tangan bersama-sama,” ucapnya.


Arifah menegaskan bahwa penguatan keluarga menjadi kunci dalam mencegah kekerasan.


“Pendidikan yang berkualitas, bimbingan yang berkualitas dalam berkeluarga, saya yakin tidak akan ada masalah ketika keluarga sudah berdaya. Kita kuatkan perempuan-perempuan agar keluarga-keluarga berdaya, masyarakat berdaya, desa berdaya, Indonesia juga berdaya,” sambungnya.


Kepala Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta Iin Muthmainnah mengungkap adanya tren kenaikan laporan kekerasan yang diterima Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA).


“Setiap tahun kekerasan trennya semakin naik dan dari komponen perempuan dan anak lebih tinggi persentase yang dialami oleh anak,” ujarnya.


Iin menilai bahwa meningkatnya laporan menunjukkan semakin banyak masyarakat yang berani mencari pertolongan. Namun ia mengingatkan bahwa akar persoalan tidak boleh diabaikan.


“Pelaku kekerasan lebih banyak dari orang terdekat. Mari jadikan fungsi keluarga menjadi satu hal tonggak penting dalam membangun keluarga yang tangguh,” kata Iin.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang