Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan awal mula gerakan Taliban di Afghanistan. Ia menuturkan bahwa kelompok tersebut bermula dari para pelajar dan mahasiswa yang bermarkas di berbagai masjid atau mushala.
Kemudian anak-anak pelajar ini lantas membangun kekuatan dengan semangat jihad untuk melawan penjajahan Uni Soviet di tanah airnya. Dari situlah, Taliban akhirnya berjuang demi kemerdekaan negerinya dengan mendapat dukungan langsung dari Amerika.
“Ringkas cerita mereka menang dan Uni Soviet meninggalkan Afghanistan. Taliban dan Mujahidin berhasil. Tapi sayangnya, mereka belum selesai membangun kekuatan persatuan, sudah bicara ideologi negara sehingga yang terjadi perang saudara tidak berkesudahan. Negara Islam pun belum betul-betul nyata terealisasi,” jelas Kiai Said, Senin (23/8/2021).
Hal lain yang disayangkan Kiai Said dari Taliban adalah karena melakukan kerja sama dengan Al-Qaeda, bahkan ISIS. Perjuangan Taliban yang semula merupakan semangat nasionalisme karena ingin mengusir Uni Soviet justru malah terseret pada kelompok terorisme.
Artinya, kata Kiai Said, pemahaman hubungan antara agama dan negara di Afghanistan belum tuntas. Dengan kata lain, bahasan soal antara agama dan negara di Afghanistan masih menjadi pertentangan yang belum selesai sampai hari ini.
“Nah sekarang mereka (Taliban) berhasil memenangkan peperangan. Presidennya dan beberapa pembesar negara kabur. Itu artinya sampai sekarang belum selesai pemahaman antara hubungan agama dan negara di sana,” katanya.
Kiai Said lantas membandingkan dengan masyarakat Indonesia, termasuk warga NU, yang sudah selesai dalam memahami agama, negara, dan hubungan antara keduanya. Hal inilah yang membuat Indonesia menjadi negara yang tidak sampai terjadi perang saudara karena perbedaan ideologi antarkelompok.
Tak ayal, nilai-nilai inklusif yang diajarkan NU dalam berjuang mempertahankan NKRI itu mengilhami ulama Afghanistan untuk mendirikan organisasi dengan nama yang sama, yakni Nahdlatul Ulama Afghanistan.
Awal berdiri NU Afghanistan
Dalam tulisan berjudul Nahdlatul Ulama Afghanistan dan Pancasila yang ditulis oleh Rijal Mumazziq Z dijelaskan, pada akhir 2013 beberapa ulama Afghanistan berkunjung ke kantor PBNU. Kemudian dilanjut ke Universitas Gajahmada dan Kantor PWNU Jawa Timur.
Kedatangan mereka ke Indonesia karena ingin belajar dari umat Islam Indonesia yang dianggap merepresentasikan Islam rahmatan lil 'alamin. Bagi mereka, NU sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan dianggap memiliki peranan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selain itu, para ulama Afghanistan datang ke Indonesia lantaran ingin belajar mengenai aspek pemersatu dalam kontek kebangsaan yang plural. Intinya, mereka ingin memiliki semacam Pancasila yang mampu mempersatukan bangsa dan melekatkan perbedaan menjadi sebuah harmoni perdamaian.
Tidak sampai enam bulan dari kunjungan resmi itu, para ulama Afghanistan kemudian secara resmi membentuk ‘Nahdlatul Ulama Afganistan’. Penggunaan nama ini telah mendapatkan persetujuan dari PBNU. Meski secara organisatoris tidak ada keterikatan secara administratif, tetapi secara ideologis serta semangat keagamaan dan kebangsaan, mereka benar-benar terilhami dari NU Indonesia.
Lambang mereka sama sekali tidak mirip NU. Hanya punya kesamaan di bola dunia dan bintang. Bintangnya juga tidak berjumlah sembilan seperti NU, melainkan hanya lima yang melambangkan tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), i’tidal (adil), dan musyarakah (partisipatif).
Setelah kunjungan perdana tersebut, pada Maret 2015, beberapa ulama Afganistan berkunjung lagi ke Indonesia. Kali ini PWNU Jawa Tengah menjadi tempat belajar. Di sana, mereka mendiskusikan banyak hal dengan jajaran pengurus PWNU Jawa Tengah. Termasuk pada upaya perdamaian di negaranya yang mulai terwujud—di antaranya melalui pemilu—meski beberapa kali diganggu oleh aksi Taliban dan ISIS.
Selain itu, mereka juga belajar bagaimana mendialogkan antara agama dan negara. Sebab di Afghanistan, pihak-pihak yang bertikai masih saja berkutat soal benturan ideologis dan tarik menarik antara wilayah agama dan kewenangan negara, sehingga ada titik temu.
Bagi mereka, NU memikat karena organisasi inilah yang pada 1983 telah menyudahi perdebatan seputar hubungan Islam dan negara, serta pada 2006 merumuskan konsepsi NKRI sebagai sesuatu yang sudah final.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua