Kiai Said Sampaikan Persatuan Indonesia saat Utusan Taliban Berkunjung ke PBNU
Rabu, 25 Agustus 2021 | 14:01 WIB
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pada 2019 lalu, utusan Taliban dari Afghanistan berkunjung ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, ketika itu, menyampaikan soal persatuan yang ada di Indonesia agar bisa dicontoh oleh Afghanistan.
“Saya ceritakan bahwa dulu Indonesia ketika sidang tanggal 18 Agustus 1945, baru saja sehari merdeka, ada Piagam Jakarta dan tujuh kata, ‘dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya’. Namun, non-Muslim keberatan dengan tujuh kata itu,” kata Kiai Said dalam sebuah tayangan galawicara di NU Channel, Senin (23/8/2021) lalu.
Sebab, lanjutnya, jika tujuh kata dalam poin pertama Piagam Jakarta itu dijalankan maka konstitusi negara Indonesia adalah syariat Islam atau menjadi negara berdasarkan agama. Hal inilah, kata Kiai Said, yang melatarbelakangi kalangan non-Muslim keberatan, terutama dari Indonesia Timur.
Setelah terjadi diskusi dan perdebatan panjang, KH Wahid Hasyim sebagai anggota Tim Sembilan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sepakat untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu. Kesepakatan itu diambil Kiai Wahid setelah mendapat persetujuan dari sang ayah, KH Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Menurut Kiai Said, hal itu menggambarkan bahwa para pendiri bangsa Indonesia ketika itu, terutama dari kalangan Islam, terlebih dulu mementingkan persatuan dan membangun kekuatan kekuatan bersama. Setelah kekuatan itu ada, barulah membicarakan agama.
“Setelah disepakati dasar negara Pancasila, tujuh kata itu dihapus, mari hidup di tengah-tengah negara yang berdasar Pancasila ini. Mari membangun agama masing-masing dengan penuh toleransi. Dengan Pancasila kita shalat, bangun masjid, pergi haji, umrah, zakat, puasa, melaksanakan ibadah-ibadah Islam,” terang Kiai Said.
Begitu pula dengan penganut agama-agama lain yang diberikan kebebasan untuk melaksanakan aturan agama masing-masing dalam bingkai negara yang berdasarkan Pancasila. Syaratnya, negara harus kuat dulu.
“Kalau belum kuat, bisa-bisa perang saudara nanti. Itu yang saya sampaikan kepada tamu saya, (utusan) Taliban waktu itu, ada 11 orang. Waktu itu ketika Pak Jusuf Kalla jadi wakil presiden,” terang Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Gus Baha Jelaskan Alasan Mukjizat Nabi Muhammad Tak Seperti Nabi Sebelumnya
2
Harlah Ke-95, LP Ma’arif NU akan Wujudkan Visi Pendidikan Bereputasi Internasional
3
Kemenag Umumkan Hasil Seleksi Administrasi CPNS 2024 Malam Ini, Berikut Cara Ceknya
4
Khutbah Jumat: Keistimewaan Umat Nabi Muhammad
5
Khutbah Jumat: Meraih Berkah dan Syafaat dengan Shalawat
6
Gelar Munas, Sako Pramuka Resmi Berganti Nama Jadi Pandu Ma'arif NU
Terkini
Lihat Semua