Nasional

Kiai Said Tegaskan PBNU Tetap Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja 

Jumat, 23 Oktober 2020 | 10:15 WIB

Kiai Said Tegaskan PBNU Tetap Ajukan Uji Materi UU Cipta Kerja 

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menegaskan NU tetap akan melakukan uji materi Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Menurut Kiai Said, UU sapu jagat tersebut menyimpan berbagai masalah, berpotensi adanya liberalisasi pendidikan, liberalisasi pasar kerja dan mereduksi hak-hak dasar para pekerja. 

 

Salah satu pasal disorot yang disorot Kiai Said yakni pasal 26 point K. Pasal itu berpotensi menciptakan liberalisasi pendidikan. Karena dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa entitas pendidikan dimasukkan sebagai sebuah kegiatan usaha.

 

Kiai Said menambahkan, pasal tersebut jelas berpotensi melahirkan pendidikan yang disulap sebagai sebuah entitas untuk sekadar mencari nilai komersil. Padahal, lembaga pendidikan dan dunia usaha dua hal yang berbeda. 

 

"Problematika ini seharusnya bisa diselesaikan secara terbuka. Karena itu, seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat dan berpijak pada kemaslahatan publik. Selama ini tidak dilaksanakan seperti itu," tutur Kiai Said Aqil. 

 

PBNU dan ormas lain, lanjutnya, tidak pernah diajak komunikasi mengenai proses pembentukan UU Cipta Kerja. PBNU merasa UU tersebut tidak elok karena dibahas terlalu terburu-buru dan diputuskan di tengah situasi Covid-19. 

 

Dalam pemahamannya, peraturan perundang-undangan yang ideal seharusnya melibatkan partisipasi publik secara aktif. Tetapi UU Cipta Kerja sejak pembahasan hingga pengesahan UU Cipta Kerja pemerintah dan DPR RI tak pernah melibatkan masyarakat.

 

"PBNU tetap menolak UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah dan DPR. Sebagai bentuk penolakan terhadap undang-undang tersebut," katanya. 

 

Ia pun mengimbau agar warga NU tak melakukan aksi demonstrasi untuk menolak peraturan tersebut. Sebab, aksi turun ke jalan dianggap lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan