Nasional

LBM PBNU Masih Kaji Status Halal Vaksin Covid-19

Rabu, 18 November 2020 | 22:00 WIB

LBM PBNU Masih Kaji Status Halal Vaksin Covid-19

Sekretaris LBM PBNU, H Sarmidi mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih mengkaji literatur fiqih Islam terkait vaksin Covid-19. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Pemerintah pusat memastikan vaksin Covid-19 tersedia pada Januari 2021 tahun depan. Setelah selesai menjalani uji coba, rencananya vaksin tersebut langsung disuntikkan kepada jutaan masyarakat di berbagai daerah. 

 

Namun, sampai saat ini, kehalalan vaksin Covid-19 masih dipertanyakan oleh kalangan ulama seperti para kiai di Nahdlatul Ulama (NU). Bagi para kiai NU, status halal vaksin tersebut menjadi sesuatu yang sangat penting mengingat calon penerima vaksin Corona mayoritas adalah Muslim.

 

Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Sarmidi, mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih mengkaji literatur fiqih Islam terkait vaksin Covid-19. Menurut Kiai Sarmidi, beberapa waktu yang lalu LBM telah berdiskusi bersama WHO, Bio Farma, Epidemolog, BPOM dan para kiai NU. 

 

Hasil pertemuan tersebut antara lain, LBM PBNU perlu penjelasan lebih lengkap lagi dari pemerintah terkait komponen vaksin dan bagaimana proses produksinya. LBM merasa perlu berhati-hati dalam menentukan hukum vaksin Covid-19 sebab idealnya proses pembuatan vaksin sampai enam tahun lamanya.

 

"Audit kehalalan memang penting tapi tak kalah penting juga audit dampak yang akan timbul darai vaksinasi tersebut," kata H Saramidi saat menjadi narasumber di Webinar Nasional yang digelar Satgas NU Peduli Covid-19, Rabu (18/11). 

 

Ia menambahkan, para kiai dan ulama NU perlu mendapatkan informasi yang valid mengenai komponen dan cara produksi vaksin Covid-19 supaya dapat memberikan tanggapan terhadap kehalalan vaksin berdasarkan dalil aqli maupun dalil naqli. Setelah mengkaji lebih dalam, para kiai tersebut segera memutuskan status hukum vaksin Covid-19.  

 

"Karena prinsip NU dalam mengambil keputusan adalah kehati-hatian," dalam webinar bertajuk Vaksin Covid-19, Antara Keyakinan dan Keraguan.

 

Kiai Sarmidi menyebutkan, gambaran vaksin dalam fiqih Islam, sebagai istilah istihalal, di mana bahan baku obat tersebut berasal dari yang tidak halal. Dalam ajaran Islam, istihalal diperbolehkan karena sifatnya telah berubah dari zatnya. 

 

"Istihalal itu adalah taghyiru syai, berubahnya sesuatu dari tabiatnya an thabihi wa wasbihi. Jadi berubahnya sesuatu dari tabiatnya dan sifatnya," tutur dia.

 

Kiai Sarmidi mencontohkan, khamar, dia mendapat status haram ketika menjadi khamar, tetapi ketika berubah menjadi cuka maka status hukumnya menjadi halal. 

 

Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF, Rizky Ika Syafitri, yang juga hadir dalam Webinar tersebut mengatakan, UNICEF dan Satgas NU telah banyak melakukan aksi kemanusiaan selama pandemi Covid-19. 

 

Sosialisasi yang dikemas dalam bentuk Webinar ini, katanya, menjadi bagian dari cara untuk memastikan ketersediaan vaksin yang aman dan efektif. Tidak hanya itu, pihaknya mendorong kehalalan vaksin Covid-19 terus diperjelas sehingga tidak terdapat keraguan dari masyarakat sebagai penerima vaksin tersebut. 

 

"Kami ingin memastikan bahwa ketersediaan vaksin aman efektif. Namun saat ini yang dapat dijangkau oleh masyarakat yakni menerapkan protokol kesehatan yakni lakukan tiga M yang terus harus dilakukan," kata dia.

 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan