Mataram, NU Online
Minuman beralkohol memiliki dampak buruk bagi kesehatan seseorang. Di dalam ilmu medis, dampak minuman beralkohol diantaranya gangguan mental organik, merusak saraf, gangguan jantung, paranoid, dan lain sebagainya. Akan tetapi peredaran minumal beralkohol masih terbilang permisif. Siapa saja bisa mendapatkannya dimana saja.
Perundang-undangan minuman beralkohol yang ada masih bersifat sektoral, belum menyeluruh. Sehingga pelaksanannya seringkali menimbulkan kendala dalam pengawasan dan pelarangan.
Di dalam Bahtsul Masail Komisi Qonuniyyah atau Perundang-Undangan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2017, Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol adalah salah satu materi yang dibahas.
Ketua Komisi Qonuniyyah atau Perundangan-Undangan Zaini Rahman menyatakan, hasil komisi memutuskan agar pemerintah membuat peraturan yang tegas dalam pengelolaan minuman beralkohol tersebut. Mulai dari produksi hingga peredarannya.
“Produksinya harus dibatasi,” tegasnya.
Selain itu, area peredarannya juga harus dibatasi. Minuman beralkohol hanya diperbolehkan di area-area tertentu dan orang yang mengonsumsinya pun juga harus diatur agar tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan.
“Tidak boleh beredar secara publik,” ucapnya.
Menurut Zaini, bea cukai minuman beralkohol juga harus diperbesar karena minuman tersebut diperuntukkan hanya untuk orang-orang khsusus saja.
“Di dalam Islam, menjual barang mudarat tidak boleh,” pungkasnya. (Muchlishon Rochmat)