Nasional

Mobil-mobil Tokoh NU (1)

Jumat, 5 April 2013 | 23:00 WIB

Siapa saja boleh pasang anggapan bahwa PP GP Ansor dibanjiri oleh barisan pemuda. Pori-pori muka kencang seperti kulit buah apel segar. Pandangan mata tajam. Setidaknya mereka mempunyai kesanggupan melompat dari duduk sunyi saat mendengar teriakan “maling” dalam kejauhan.

<>

Hanya saja anggapan itu tidak secara bulat benar. Generalisasi sebagai metode, kata orang, mengandung cacat bawaan. Artinya, pengecualian hampir selalu ada. Buktinya, di kantor PP GP Ansor yang menjadi kantong para pemuda terdapat minimal seorang orang tua. Warhoni namanya.

Pada pokoknya begini. Siapa saja bisa singgah mengamati sekretariat PP GP Ansor di Jalan Kramat Raya Nomor 65A, Jakarta Pusat. Satu jam pengamatan dalam setiap harinya sudah lebih dari cukup. Kalau mau mengerjakan selama seminggu itu bagus. Tetapi, tiga hari pun memadai.

Dalam amatan siapa saja yang berminat, Warhoni yang berusia lebih 60 tahun akan hadir di tengah mereka. Belum ada penelitian baik ilmiah, setengah ilmiah, maupun tampak ilmiah berani terbuka mengategorikan anak manusia berusia 60 tahun sebagai pemuda.

“Pak Roni,” para pemuda Ansor menyapa Warhoni. Kakeknya asal Brebes Jawa Tengah. Ia sendiri kelahiran DKI Jakarta.

Di malam basah itu, ia yang mengenakan kaos salah satu calon pasangan Pilkada lalu DKI Jakarta menyuguhkan minum hangat di malam hujan. Maklum, dari sekian orang yang berkegiatan di GP Ansor, ia terbilang paling sering keluar dan masuk dapur GP Ansor. Ia selalu membuatkan minuman hangat bagi pengunjung GP Ansor. Selain sudah tidak lagi muda, perannya di GP Ansor tidak menonjol mungkin karena hanya main di dapur dan belakang.

Pria yang tinggal di Kramat Sawah, Paseban, Senen memiliki ingatan cukup baik terkait tokoh-tokoh NU. Adalah Roni, pria yang bersisir menyamping sanggup menjelaskan mobil berikut nomor polisi mobil tokoh-tokoh NU di zaman itu.

“Waktu tinggal di Mangunsarkoro, Menteng, Kiai Idham Cholid masih menjabat sebagai wakil perdana menteri. Mobilnya Impala, sebuah merk sedan keluaran Chevrolet yang cukup laris di eranya. Namun setelah 1965, ia kerap diantar oleh Mercedes-Benz dengan nomor polisi ‘B 25’. Kalau bukan Brimob, maka sejumlah prajurit Angkatan Udara (AU) mengawalnya,” ungkapnya kepada NU Online, di Kantor PP GP Ansor, Rabu (3/4) malam.

Sementara Pak Subhan ZE selalu berkendaraan dengan Pontiac, sebuah sedan panjang dengan plat nomor ‘B 4’. Sedangkan Pak Mahbub dan Pak Zamroni, hanya mengendarai VW Kodok. Alm Kiai Musthofa Bisri, mbah dari Wakil Rais Aam PBNU kini KH Musthofa Bisri, lain lagi. Mobilnya, imbuh Roni, hanya Datsun yang telah keropos.

Roni cukup melek dengan kendaraan. Ini bisa dipahami. Karena, lepas usia sepuluh tahun ia sudah bergelut dengan dunia itu. Ia menjadi tenaga tambahan di sebuah bengkel Vespa di bilangan Senen selama 40 tahun.

Kini ia kerap membersih-bersih di sekretariat PP GP Ansor. Tangannya akan segera bergerak membersihkan tumpukan cangkir bekas pakai dengan sisa ampas kopi berkerak. Di akhir perjumpaan ia selalu menggaungkan kesederhanaan dan keikhlasan dalam keorganisasian.

Penulis: Alhafiz Kurniawan