Pakar Hukum Tata Negara: Rencana Pemberian Gelar Pahlawan kepada Soeharto Ubah Fondasi Tatanan Baru Pasca-Reformasi
NU Online · Jumat, 31 Oktober 2025 | 20:30 WIB
Suci Amaliyah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyoroti rencana pemerintah yang akan memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh, termasuk Presiden ke-2 RI, Soeharto, dan aktivis buruh, Marsinah.
Menurutnya, pemberian gelar tersebut sangat keliru karena Soeharto memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan praktik korupsi besar-besaran yang justru menjadi pemicu lahirnya gerakan reformasi 1998.
"Jadi sangat keliru kalau negara ini mau memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto," ujar perempuan yang akrab disapa Bibip kepada NU Online, Jumat (31/10/2025).
Apalagi, imbuh Bibip, disandingkannya dengan Gus Dur seolah presiden perlu diberi gelar pahlawan. Apalagi disandingkan dengan Marsinah.
"Jadi semacam jadi rikuh kalau kita menolak total. Saya kira dipasangkannya dengan Marsinah dan Gus Dur sengaja membuat kita agak terbelah menyikapinya,” ungkap Bibip.
Bivitri menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan pemberian gelar pahlawan, tetapi seseorang yang mendapat gelar tersebut harus memiliki keteladanan.
"Jadi harus dilihat dulu rekam jejaknya dong. Dulu Soeharto memang presiden, tapi teladan yang diwariskan kepada anak bangsa sampai ke depannya enggak ada," ucapnya.
Menurutnya, gelar pahlawan tidak seharusnya dilekatkan pada jabatan, melainkan pada kontribusi dan nilai keteladanan yang diberikan kepada bangsa.
"Kepahlawanan itu soal keteladanan, bukan soal jabatan. Apa gagasan yang dibawa, semangatnya yang bisa membuat Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik," tegas Bibip.
"Kalau Soeharto, apa yang mau dia bawa? Malah menghancurkan bangsa ini dengan korupsi dan pelanggaran HAM," tuturnya.
Ia mengaku skeptis terhadap niat pemerintah dalam rencana tersebut. "Sejak awal saya sudah sangat skeptis, pemerintah kali ini ingin mengembalikan segalanya ke Orde Baru," katanya.
"Sekarang semuanya sudah kembali. Tentara menjadi multifungsi, bahkan sejarah sudah mau diubah lagi dalam proses. Sehingga menjadikan Soeharto sebagai pahlawan memang menjadi bagian dari plot itu,” ujarnya.
Bivitri menilai, langkah ini berbahaya karena bangsa menjadi tidak mau belajar dari masa lalu. Akibatnya, tidak akan pernah maju karena belum berhasil move on ke arah yang lebih progresif.
Dari sisi hukum tata negara, ia menilai pemberian gelar kepada Soeharto akan menghancurkan pondasi tatanan baru pasca-reformasi.
"Tatanan setelah reformasi itu benar-benar baru, dengan UUD 1945 hasil amandemen. Ada Mahkamah Konstitusi dan pembatasan masa jabatan presiden semua itu hasil belajar dari kesalahan masa Soeharto," jelas Bibip.
Menurutnya, jika sampai Soeharto dijadikan pahlawan, maka kesalahannya sama sekali tidak diakui. Ini menjadi awal dari bencana besar karena pondasi reformasi bisa runtuh.
"Buat saya ini mengerikan, karena kita semua tahu bahwa keinginan dari Prabowo, tentara, dan Partai Gerindra adalah mengembalikan UUD 1945 naskah awal, di mana Soeharto berjaya karena konstitusi itu. Enggak ada MK, pasal HAM, dan kekuasaan presiden sangat besar,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa 40 nama yang diusulkan tersebut merupakan hasil pembahasan bertahun-tahun. Beberapa di antaranya telah memenuhi syarat sejak beberapa tahun lalu.
"Ada yang sudah memenuhi syarat sejak lima atau enam tahun lalu, atau baru tahun ini. Di antaranya Soeharto, Gus Dur, dan Marsinah," ujar Gus Ipul dalam keterangan tertulis, Selasa (21/10/2025).
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyebut presiden kedua Indonesia, Soeharto telah memenuhi seluruh persyaratan untuk diusulkan menerima gelar sebagai pahlawan nasional.
"Dari hasil verifikasi dan kajian yang dilakukan, semua nama yang diusulkan, termasuk Presiden Soeharto sudah memenuhi syarat untuk dibahas dalam sidang dewan gelar. Selanjutnya, hasil sidang ini akan diserahkan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk diputuskan,” ujar Fadli Zon.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua