Nasional

Para Pengkritik Itu Tidak Paham Islam Nusantara

Sabtu, 7 Juli 2018 | 11:45 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta Ngatawi Al-Zastrouw menyebut, mereka yang kerap kali mengkritik Islam Nusantara tidak lah benar-benar paham tentang konsep yang diusung Nahdlatul Ulama itu. 

“Rata-rata pengkritik Islam Nusantara adalah tidak paham. Dia bikin definisi sendiri (tentang Islam Nusantara), merekonstruksi sendiri, lalu dia kritik sendiri,” kata Zastrouw saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi di Sekretariat Islam Nusantara Center (INC) Tangerang Selatan, Sabtu (7/7).

Para pengkritik umumnya menuduh Islam Nusantara sebagai ‘mazhab baru’, anti-Arab, bid’ah, dan lain sebagainya. Zastrouw menyangkal tuduhan-tuduhan itu. Baginya, Islam Nusantara bukan lah sebuah mazhab baru dan tidak anti-Arab. 

“Dia (pengkritik Islam Nusantara) tidak bisa membedakan Arab dan Arabisme, Islam dan Islamisme,” jelas ketua Lesbumi NU periode 2004-2009 ini. 

Senada dengan Zastrouw, penulis buku Masterpiece Islam Nusantara, Zainul Milal Bizawie atau Gus Milal, juga menegaskan bahwa Islam Nusantara bukan lah Islam liberal sebagaimana yang dituduhkan para pengkritik. Menurutnya, Islam Nusantara merupakan khazanah peradaban yang ada di wilayah Nusantara.

“Tidak ada kaitannya dengan Islam liberal, tapi ini upaya kita menggali praktik keislaman kita di Nusantara,” terang Gus Milal.

Menurutnya, Islam sudah masuk Nusantara sejak abad ketujuh Masehi atau pertama Hijriyah. Namun dakwah Islam kurang begitu berkembang hingga abad ke-14 hingga akhirnya datang lah era Wali Songo. Pada era ini, Islam berkembang sangat pesat dan diterima dengan baik oleh masyarakat lokal yang beragama Hindu-Budha. 

Kesuksesan Wali Songo, imbuhnya, dikarenakan mereka mampu mendialektikan antara teks dan konteks, ajaran Islam dengan budaya setempat dan kearifan lokal. Bagi Gus Milal, apa yang dilakukan para Wali Songo itu merupakan cikal bakal dari Islam Nusantara.

Lebih lanjut, Gus Milal menyebutkan bahwa perwujudan dan muara dari Islam Nusantara adalah pesantren. Di sana, praktik-praktik keislaman dari ulama-ulama Nusantara terdahulu terwariskan hingga saat ini. 

“Di pesantren, sanad keilmuan dan kebudayaan terwariskan sehingga terus terjaga hingga hari ini,” ucapnya.

Sederhananya, Islam Nusantara adalah Islam yang dihayati dan dipraktikkan di Nusantara. Adapun muaranya adalah pesantren-pesantren yang diorganisir Nahdlatul Ulama. (Muchlishon)