Pendidikan Tinggi Keagamaan Dinilai Perlu Ditangani Direktorat Jenderal Khusus
NU Online · Kamis, 25 September 2025 | 18:00 WIB
Wamenag Muhammad Syafii, di Gedung Antara Heritage, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025). (Foto: NU Online/Jannah)
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pendidikan Tinggi Keagamaan dinilai perlu ditangani oleh direktorat jenderal (ditjen) khusus di Kementerian Agama.
Sebab selama ini, pendidikan tinggi keagamaan masih ditangani setingkat direktorat sehingga kurang maksimal dalam hal anggaran maupun pengembangan kelembagaan.
Hal itu diungkap Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi’i, di Gedung Antara Heritage, Jakarta Pusat, Kamis (25/9/2025).
“Banyak sekali kesempatan yang harus direbut oleh lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, sekelas UIN, yang kadang kala terhambat pada kesediaan anggaran. Mereka tidak bisa berpacu sama dengan pendidikan tinggi yang di bawah langsung kementerian,” ujar Syafi'i.
Ia menjelaskan, perbedaan alokasi anggaran antara perguruan tinggi umum dan perguruan tinggi keagamaan cukup mencolok. Hal ini terjadi karena perguruan tinggi keagamaan masih berada di bawah direktorat, sedangkan perguruan tinggi umum langsung ditangani kementerian.
“Tidak mungkin alokasi dananya di bawah kementerian sama besarnya dengan di bawah direktorat, maka paling tidak, kita naikkan setingkat dari direktorat menjadi dirjen. Walaupun belum sama, setidaknya tidak terlalu jomplang, sehingga kesempatan-kesempatan yang selama ini mereka tidak bisa ambil karena keterbatasan pembiayaan,” jelasnya.
Syafi’i juga menyoroti pendidikan tinggi keagamaan non-Islam yang selama ini terpecah penanganannya di masing-masing Direktorat Bimbingan Masyarakat (Bimas), yakni Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Menurutnya, jika ditangani secara terpusat melalui ditjen, koordinasi akan lebih efektif dan terorganisir.
“Mereka itu bagian dari bangsa ini, kenapa tidak diurusi sama dengan halnya pendidikan tinggi Islam? Dengan dirjen, penanganannya kita harapkan semua pendidikan tinggi keagamaan dari agama apa pun itu cepat mengejar kualitas yang dibutuhkan untuk mendidik anak bangsa secara lebih baik,” tuturnya.
Selain pendidikan tinggi, ia juga menyinggung pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) keagamaan. Ia menilai, perhatian serupa perlu diberikan, tidak hanya pada madrasah, tetapi juga sekolah-sekolah agama Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
“Saya melihat ada satu yang terlupakan pendidikan menengah ini, madrasah misalnya, kita belum punya madrasah kejuruan. Padahal dengan swasembada hilirisasi saat ini, saya membayangkan akan lahir jutaan lapangan pekerjaan yang itu membutuhkan skill. Kenapa alumni yang dari madrasah bukan menjadi bagian dari tenaga kerjanya? Karena tidak punya skill,” ungkapnya.
Syafi’i menambahkan, Kementerian Agama perlu mendorong hadirnya madrasah kejuruan di samping model madrasah yang sudah ada, seperti madrasah program keagamaan (PK) untuk kitab kuning, madrasah insan cendekia, dan madrasah umum.
“Terserah anak-anak mau pilih yang mana, kalau mau jadi ulama masuk madrasah PK, mau jadi saintis atau ilmuwan masuk madrasah insan cendekia, tapi mau jadi praktisi atau pekerja masuk madrasah kejuruan. Setidaknya semua lapangan kerja diciptakan, alumni madrasah punya kesempatan pekerjaan,” katanya.
Terpopuler
1
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
2
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
Terkini
Lihat Semua