Nasional

Perbedaan Pandangan soal Penetapan Idul Fitri di Kalangan Ulama

Sabtu, 15 April 2023 | 22:59 WIB

Jakarta, NU Online
Perbedaan pandangan mengenai penetapan Ramadhan dan Idul Fitri sudah menjadi maklum di kalangan umat Islam di Indonesia. Setidaknya, ada dua pandangan mengenai penetapan Idul Fitri dan Ramadhan ini. Pertama, ada yang mengikuti pandangan bahwa Idul Fitri dan Ramadhan harus ditetapkan berdasarkan rukyatul hilal. Pandangan pertama ini dikeluarkan oleh mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali. 


Hal demikian ini ditulis Husnul Haq, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Tulungagung dalam artikel NU Online berjudul Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan.


Para ulama tersebut, tulis Husnul, berpegangan pada firman Allah swt dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, "Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada) nya." 


Selain ayat di atas, para ulama tersebut juga mendasari pandangannya pada sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, "Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari." (HR. Bukhari, hadits no. 1776).


Mengutip Syekh Al a-Shabuni dalam Rawa Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an (1980), Husnul menjelaskan bahwa ayat dan hadits di atas mengkaitkan kewajiban berpuasa dengan melihat hilal. Hal ini berarti kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.


Adapun pandangan kedua yang dikeluarkan oleh sebagian ulama, seperti Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah dan Muhammad bin Muqatil, menyatakan bahwa awal puasa dapat ditetapkan dengan metode hisab (perhitungan untuk menentukan posisi hilal). Mereka berpedoman pada firman Allah swt dalam Surat Yunus ayat 5, "Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu)."


Mereka juga mendasari pandangannya pada hadits Rasulullah saw, "Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawwal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia." 


Husnul menjelaskan bahwa ayat di atas memberikan keterangan mengenai tujuan penciptaan sinar matahari dan cahaya bulan serta penetapan tempat orbit keduanya agar manusia mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Artinya, Allah swt mensyariatkan kepada manusia agar menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah. Sementara poin utama dari hadits di atas adalah kata 'Faqdurû lah'. Menurut mereka, arti kata tersebut adalah perkirakanlah dengan menggunakan hitungan (hisab). 

 

Berkaitan dengan Idul Fitri 1444 H, umat Islam yang mengikuti pandangan pertama akan menunggu hasil rukyatul hilal yang akan dilaksanakan pada Kamis (20/4/2023). Sementara bagi umat Islam yang mengikuti pandangan kedua, Idul Fitri 1444 H sudah ditetapkan sejak beberapa waktu sebelumnya, yakni Jumat (21/4/2023).


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan