Jakarta, NU Online
Ketua Perempuan Bangsa Lulu Nurhamidah, mengatakan perempuan lebih cocok dan tepat untuk menjadi penyeru perdamaian di tengah polemik yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, perempuan memiliki nilai kepedulian yang tinggi terhadap masalah tertentu ketimbang laki laki. Insting yang dimiliki perempuan juga lebih halus sehingga apa yang dilakukan perempuan penuh dengan pertimbangan dan kehati-hatian. Perempuan juga pintar melakukan negosiasi.
"Perempuan itu mempunyai insting yaitu perempuan punya proteksi yang kepedulian lebih dari laki-laki, artinya apa? perempuan itu punya kekuatan sebagai kiper penjaga perdamaian. Dan perempuan juga bisa negosiasi untuk mendamaikan keadaan," katanya pada Talk Show Perempuan oleh KOPRI PB PMII di Hotel New Idola di Jl Pramuka, Jakarta Timur, Jumat (17/5).
Ia menuturkan, kelebihan itu tidak hanya nurani yang telah tercipta sejak lahir tetapi harus dikembangkan dengan cara terus melatih diri misalnya memperbanyak wawasan dan mental agar jati diri perempuan sebagai makhluk yang penuh solusi bisa terwujud.
Ia mencontohkan, perempuan yang telah berhasil mewujudkan jati dirinya sebagai penyeru perdamaian adalah Rotua Valentina Sagala. Bersama tujuh orang lainnya dari Sri Lanka, Timor Leste, Nepal, Afghanistan dan Filipina Rotua menerima penghargaan N-Peace Awards pada 2013 lalu.
"Yang lain misalnya, Saya ingat pada beberapa waktu yang lalu ada kerusuhan di Ternate, Poso, dan wilayah lainya itu menggambarkan suatu kejadian persoalan kemanusiaan karena banyak terjadi kasus seksual. Kawan saya seorang perempuan menjadi dinamisator agar persoalan itu selesai, dan terbukti itu berhasil," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, penting perempuan terlibat dalam masalah politik agar bisa ikut mendinginkan suasana yang kerap memanas di masyarakat. Ia meyakini jika semua masalah dilakukan oleh hanya laki laki maka yang muncul adalah kebijakan yang sedikit kasar.
Menurut dia, sudah saatnya perempuan berada di garis depan dalam hal urusan politik agar tidak dipandang sebagai makhluk yang lemah dan tidak mampu berbuat untuk bangsa dan negara.
"Semua itu bisa dijawab dengan semua prestasi yang kita miliki," ucapnya. (Abdul Rahman Ahdori/Abdullah Alawi)