Perlu Ketentuan Larangan Intervensi Presiden dalam Proses Pidana
Jumat, 22 Januari 2021 | 10:15 WIB
Disertasinya tersebut memberikan gambaran yang lebih akurat tentang jaksa penuntut umum di negara-negara pasca-otoriter
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda periode 2015-2017 Fachrizal Afandy resmi menyandang doktor setelah dinyatakan lulus dari Universitas Leiden, Belanda pada Kamis (22/1).
Dalam disertasinya yang membahas Jaksa Umum di Negara Pascaotoritarian dengan kasus Indonesia, Fachrizal merekomendasikan perlunya peraturan larangan intervensi presiden.
"Penting untuk memiliki ketentuan khusus dalam konstitusi tentang proses hukum dan pelarangan intervensi presiden dalam proses pidana," katanya.
Menurutnya, memberikan peran kepada pasukan polisi pasca-otoriter sebagai dominus litis (Jaksa penguasa perkara) membuatnya sulit untuk mempromosikan proses hukum dalam proses pidana.
Selain itu, lanjut Fachrizal, meminta kejaksaan untuk mengadili semua kasus pidana yang diinvestigasi oleh polisi, tanpa filter dan anggaran terbatas, mirip dengan memaksa jaksa untuk mendanai kegiatan mereka dengan uang haram.
Doktrin één en ondeelbaar Belanda diterapkan untuk manajemen administrasi layanan kejaksaan dan konsistensi kejaksaan. Oleh karena itu, tidak ada kaitannya dengan hierarki militer yang ketat, yang mencabut independensi jaksa penuntut umum dalam menangani perkara.
"Menerapkan budaya militer dalam kejaksaan dan memperlakukan jaksa sebagai tentara merupakan pendekatan yang tidak efektif, karena desain birokrasi kejaksaan sangat berbeda dengan tentara, dan tugasnya tidak dapat dibandingkan untuk melakukan operasi tempur melawan pasukan musuh," katanya.
Oleh karena itu, disertasinya tersebut memberikan gambaran yang lebih akurat tentang jaksa penuntut umum di negara-negara pasca-otoriter.
Ia menegaskan bahwa reformasi birokrasi kejaksaan Indonesia tidak dapat terjadi tanpa adanya perubahan ketentuan-ketentuan tertentu yang bermasalah dalam undang-undang, struktur organisasi, dan budaya.
Sebab, jaksa aslinya berarti petugas pengadilan atau hakim, dan kejaksaan harus memperlakukan mereka sebagaimana mestinya. Hal ini mencakup menjamin kemandirian mereka, mendukung peran penuntut umum dalam melawan kejahatan, tetapi juga meningkatkan peran mereka dalam menjalankan proses hukum dalam sistem peradilan pidana.
Ia berkesimpulan bahwa peran jaksa penuntut umum di negara-negara pasca-otoriter tidak dapat begitu saja dianalisis sebagai model proses hukum dan pengendalian kejahatan Packer, model keluarga Griffi, perspektif korban Roach, atau teori peran penuntut Fionda.
"Model proses pidana kontinum yang diusulkan dalam penelitian ini mengidentifikasi fungsi sistem peradilan pidana dan fiturnya, termasuk kecenderungan otoriternya," kata alumnus Pondok Pesantren Ilmu Al-Qur'an (PIQ) di bawah asuhan KH Bashori Alwi itu.
Penelitiannya ini dilakukan dengan metode etnografi sehingga menghabiskan waktu cukup panjang. Meskipun demikian, penelitian tentang layanan penuntutan memungkinkan refleksi yang lebih dalam dan perspektif yang lebih luas dari dilema praktis bagi jaksa penuntut umum.
Sebelumnya diberitakan bahwa ada hal unik yang dilakukan Fachrizal saat sidang untuk meraih gelar doktornya ini. Dalam Sidang Doktor di Leiden, Ketua NU Belanda 2015-2017 Kenakan Sarung dan Peci.
"Saya berawal dari keluarga santri dan akan tetap menjadi santri sampai akhir hayat nanti," terang dosen Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur itu.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua