Pesantren Kauman Lasem, Potret Akulturasi Budaya Islam dan Tionghoa
Selasa, 18 Oktober 2022 | 21:10 WIB
Kegiatan dialogi budaya di Pesantren Kauman Lasem, Rembang, Jawa Tengah. (Foto: dok. NU Online/Afina)
Afina Izzati
Kontributor
Rembang, NU Online
Keberagaman menjadi sebuah takdir Tuhan yang tak dapat ditawar melainkan harus dilestarikan. Kenyataan beragamnya penduduk di Indonesia juga dibarengi dengan banyaknya pandangan, pendapat, keyakinan dan kepentingan masing-masing warga negara, termasuk dalam beragama.
Salah satunya di Kecamatan Lasem Rembang Jawa Tengah yang menurut data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2021, terdapat 646.300 jiwa penduduk, yang digolongkan menjadi tujuh jenis agama yang dianut. Agama Islam dengan jumlah 640.243 jiwa, Kristen sebanyak 3.064 jiwa, Katholik 2.308 jiwa, Hindu 40 jiwa, Budha 475 jiwa, Konghucu 47 jiwa dan kepercayaan lain sebanyak 123 jiwa.
Beragamnya kepercayaan yang ada di Lasem sudah tentu perlu dilakukan usaha untuk meminimalisasi konflik dan gesekan sosial yang mungkin saja dapat terjadi dalam interaksinya. Salah satu jalan yang dapat diambil yakni dengan menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Kementerian Agama, 2019: 6) menyebutkan bahwa moderasi beragama diartikan sebagai sikap yang mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan watak, sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu.
Penerapan moderasi beragama dapat dimulai dari pengajaran melalui satuan pendidikan termasuk pesantren sebagai patron pendidikan agama di Indonesia. Salah satunya pada Pondok Pesantren Kauman Lasem Rembang asuhan KH Zaim Ahmad. Dari segi bangunan terlihat bangunan yang banyak mengakulturasi budaya Islam dengan budaya Tionghoa.
Pondok Pesantren Kauman Lasem, Rembang. (Foto: dok. NU Online/Afina)
Saat memasuki kawasan Pesantren Kauman, terlihat pos kampling dengan desain klenteng berwarna merah dilengkapi dengan lampion-lampion di atasnya. Ketika mulai masuk area pesantren akan disuguhi pemandangan ndalem tempat menerima tamu yang dihiasi huruf kanji di bagian pintu masuk dan juga tempat sandal.
Di pesantren dengan ornamen khas Tionghoa itu diajarkanan berbagai macam ilmu agama dengan menerapkan dan mengedepankan nilai karakter moderasi. Menurut KH Zaim Ahmad pelaksanaan pendidikan Islam berasaskan moderasi agama di pondok pesantren Kauman Lasem dijalankan dalam dua jalur, yakni melalui pembelajaran di dalam forum pengajian dan pembelajaran di luar forum pengajian.
Pembelajaran di dalam forum pengajian sering dilaksanakan di musholla depan ndalem yang dihiasi lampion merah di atasnya. Melalui pembelajaran tersebut diajarkan internalisasi nilai-nilai moderasi agama dengan mengkaji persoalan-persoalan kehidupan yang moderat saat mengkaji kitab kuning khas pesantren yang diajarkan dengan metode bandongan. Internalisasi nilai-nilai moderasi tersebut dilaksanakan dengan cara mengintegrasikan pengalaman kiai dalam berinteraksi dengan masyarakat non-muslim.
Sedangkan pelaksanaan pembelajaran di luar forum pengajian tergambar dari kegiatan dan interaksi baik santri maupun kiai kepada masyarakat sekitar yang notabennya warga pecinan, mengingat pesantren Kauman berada di lingkungan masyarakat etnis Tionghoa. Hal ini yang justru dapat digunakan kiai dalam mengajarkan cara memberikan teladan bagi santri untuk bersikap sesuai nilai-nilai moderasi.
Meskipun hanya sekadar menyapa masyarakat yang berlalu lalang di sekitar pesantren. Mendatangi setiap kegiatan yang diadakan oleh masyarakat pecinan nyatanya dapat memberikan pembelajaran yang berharga bagi para santri terkait pentingnya menerapkan sikap moderasi beragama.
Menurut Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah itu praktik pembelajaran yang mengusung nilai karakter moderasi di pondok pesantren Kauman Lasem Rembang nyatanya mampu membentuk santri dan lulusan yang menjunjung tinggi nilai-nilai moderat, di antaranya dengan menghargai, menghormati, mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda latar belakang dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu moderasi di pondok pesantren Kauman Lasem Rembang dapat dikatakan sebagai gerbang bagi para santri khususnya untuk menjadi generasi yang memiliki karakter yang moderat dan menghargai sesama,” jelasnya.
Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang masyarakat Tionghoa yang berada di sekitar pondok pesantren Kauman, Ferry Wijaya mengungkapkan karakter moderasi beragama yang ditunjukkan oleh kiai maupun santri di Pesantren Kauman sangat baik dirasakan. “Saya merasa dihargai dengan sikap yang ditunjukkan selama ini kepada saya maupun masyarakat sekitar pada umumnya,” ujarnya.
Menurutnya, KH Zaim Ahmad selalu menunjukkan sikap baik terhadap masyarakat sekitar, sering kali sekadar berjalan keluar pesantren untuk mengunjungi tetangga, mendatangi warung kopi hanya sekadar menikmati secangkir kopi sembari bercengkrama bersama masyarakat dari berbagai latar belakang yang ada, tanpa mempermasalahkan kepercayaan yang dimiliki.
Salah seorang pendeta yang tinggal cukup dekat dengan pondok pesantren Kauman juga membenarkan hal tersebut, yaitu Pdt. Immanuel Budidharma. Menurutnya KH Zaim Ahmad memiliki karakter moderat yang berusaha diajarkan kepada para santri agar memiliki karakter yang sama pula. Ia mengaku bahwa sikap yang ditunjukkan KH Zaim Ahmad menjadikan masyarakat nyaman dengan kehadiran pondok pesantren Kauman Lasem di tengah-tengah kampung pecinan.
Kegiatan lintas iman di Pesantren Kauman, Rembang. (Foto: dok. NU Online/Afina)
Begitu pula dengan santri-santri pesantren Kauman, Immanuel juga menuturkan sikap yang ditunjukkan santri pondok pesantren Kauman sangatlah ramah dengan masyarakat sekitar. Terlihat dari kebiasaan santri yang sering menyapa saat bertemu dengan masyarakat nonmuslim.
“Mungkin karena ajaran dari Gus Zaim selama di pesantren. Jadi kalau misal bertemu dengan saya ya mereka menyapa dengan senyuman, dengan bilang monggo dan lain sebagainya,” pungkasnya.
Selain itu karakter persaudaraan yang menjadi inikator sikap moderasi beragama juga ada pada santi, terlihat dari kebiasaan makan bersama-sama dengan teman lainnya dalam satu nampan. Meski dengan lauk seadanya salah satu santri Salsabila Aprilian, menuturkan kebahagiaannya dengan kebersamaan yang ditanamkan oleh pesantren Kauman. Ia mengaku dengan makan bersama terasa lebih enak dan begitu mengenyangkan.
Para santri juga diajarkan untuk memberi makan hewan yang ada di pesantren seperti kucing yang sering keluar masuk pesantren. Tidak hanya hewan, tumbuhan pun tak luput dari perhatian mereka dengan sering dirawat dan disiram agar tidak layu dan mati.
Penulis: Afina Izzati
Editor: Fathoni Ahmad
=================
Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua