Nasional

Pidato di UIN Walisongo Semarang, Kiai Afif Kupas Maqoshid Syariah dan Pancasila

Kamis, 21 Januari 2021 | 15:00 WIB

Pidato di UIN Walisongo Semarang, Kiai Afif Kupas Maqoshid Syariah dan Pancasila

Rais PBNU KH Afifuddin Muhajir (tengah) saat terima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa dari UIN Walisongo Semarang (foto: dok Humas UIN Walisongo)

Semarang, NU Online
Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menganugerahi gelar akademik Doktor Honoris Causa kepada Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir dalam bidang Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih pada Fakultas Syari'ah dan Hukum, Rabu (20/1) kemarin. Acara penganugerahan ini digelar di gedung Auditorium 2 dan melalui telekonferensi aplikasi zoom.

 

Dalam sidang yang terbuka untuk umum, Kiai Afif menyampaikan pidato penganugerahan dengan mengupas maqoshid (tujuan-tujuan) syariah dan Pancasila. Dikatakan bahwa para ulama terdahulu telah melakukan istiqra' maqoshidi (penelitian) dengan bahan penelitian nushus-syariah (teks syariah).

 

"Ulama zaman dahulu terlalu banyak jasa yang mereka lakukan, salah satu jasa yang mereka lakukan adalah istiqra' maqoshidi (penelitian) yang menjadi objeknya adalah nusus syariah (nash-nash syariah)," ungkap Kiai Afif.

 

Dari bahan kajian itu mereka mempelajari secara serius soal hukum-hukum, hikmah dan illat (alasan) yang terkandung dalam nash-nash syariah. Kiai Afif berpendapat dalam penelitian itu para ulama menemukan beberapa tujuan atau nilai yang ada dalam nash.

 

"Mereka (para ulama) berkesimpulan dibalik teks-teks syariah ada tujuan yang hendak dicapai yang kemudian disebut dengan maqoshid syariah," tambahnya.

 

Lantas, Kiai Afif menerangkan pola setiap kasus tentu dihadapkan dengan nushus-syariah (teks-teks syariah) dan maqoshid syariah kemudian ia mengutip ungkapan Imam Haromain tentang maqoshidu syariah.

 

"Apa sesungguhnya yang menjadi tujuan syariah? Imam Haromain Abu Ma'ali Abdul Malik Al-Juwaini yang merupakan guru besar dari Hujjatul Islam Imam Ghozali, membuat ungkapan singkat tentang maqoshidu syariah, yang dimaksud adalah memiliki dua sisi yaitu sisi daf'u (penolakan) dan sisi naf'u (kemanfaatan)," ulasnya.

 

Dalam kesempatan itu, ia juga menerangkan perdebatan kasus zakat fitrah dengan menggunakan uang yang terjadi akhir-akhir ini. Ia mencoba menarasikan kasus tersebut menggunakan maqoshid syariah.

 

"Kemarin pada bulan Ramadhan menjelang Hari RRaya Idul Fitri terjadi perdebatan panas antara boleh tidaknya kaum muslimin di Indonesia mengeluarkan zakat fitrah berupa uang sesuai harga beras," terangnya.

 

Sudah diketahui bahwa dalam beberapa literatur fiqih, zakat fitrah semestinya dikeluarkan dengan makanan pokok, itupun makanan pokok seperti anggur, kurma, kismis dan gandum. Namun Kiai Afif mengatakan jumhur ulama membolehkan mengeluarkan zakat fitrah dengan makanan yang tidak disebutkan dalam hadits.

 

"Akan tetapi jumhur ulama kemudian membolehkan zakat fitrah dengan jenis-jenis yang disebutkan dalam hadits (seperti) beras dan jagung yang penting itu adalah makanan yg dimakan masyarakat tertentu," ungkapnya.

 

Ia beralasan dengan merujuk pada hadits, bahwa tujuan zakat fitrah adalah Igna'ul Fuqoro​​​​​​​ (tercukupinya kebutuhan orang miskin). Kenyataan ini yang menjadi dasar bahwa kebutuhan orang miskin tertentu adalah makanan pokok sesuai daerahnya. Selain itu Kiai Afif juga merujuk pada pendapat Imam Abu Hanifah tentang kebolehan zakat fitrah memakai uang untuk kebutuhan orang miskin, mengingat kebutuhan orang miskin juga dapat terpenuhi dengan uang.

 

"Ulama Hanafiah membolehkan pakai uang dengan alasan yang sama karena tujuan fakir miskin tidak hanya terpenuhi dengan kurma dan lain-lain akan tetapi juga terpenuhinya dengan uang," pungkasnya.

 

Sementara itu, dalam sambutannya, Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq mengatakan, tujuan pemberian doktor kehormatan ini dalam rangka memberikan apresiasi kepada tokoh yang telah berjuang dan berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat, dalam menyemaikan buah pemikiran baik dalam tataran teoritis maupun praktis.

 

Dengan pertimbangan matang, lewat karya, rekam jejak, dan kearifan Kiai Afif gelar ini kami berikan sebagai wujud apresiasi kepada tokoh yang telah berjasa pada pengembangan keilmuan di bidang ushul fiqih, baik di tataran teoritis maupun praktis,” ujarnya.

 

Kontributor: Abdullah Faiz, Ajie Najmuddin
Editor: Abdul Muiz