Jakarta, NU Online
Tanggal 8 Maret yang ditetapkan sebagai Hari Perempuan Internasional menjadi titik balik perjuangan perempuan atas keberhasilan mereka di bidang ekonomi, politik dan sosial. Namun, kaum perempuan masih menghadapi problem kompleks salah satunya karena pengaruh arus globalisasi.
Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Korps PMII Putri ( PB Kopri) Athik Hidayatul Ummah kepada NU Online, Rabu (8/3) di Jakarta.
"Kita yang terlahir sebagai perempuan patut bersyukur dapat menjadi perhatian agama, negara, bahkan dunia. Walaupun saat ini perempuan masih menghadapi problem yang kompleks. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari arus globalisasi," kata Athik.
Salah satu problem tersebut adalah adanya sebagian pihak yang mempersoalkan kiprah perempuan di sektor publik. Menurut Athik hal itu mestinya tidak perlu lagi dipersoalkan, karena fakta membuktikan bahwa perempuan memiliki peran cukup strategis bagi masa depan bangsa dan dunia ini.
"Setiap zaman memiliki orangnya. Zaman yang terus berganti, tantangannya juga mengikuti. Sejarah telah mencatat sederet nama perempuan yang berhasil memimpin kerajaan, peradaban, gerakan, dan menjadi negarawan yang dapat menjadi inspirasi kiprah perempuan muda masa kini," katanya.
Lulusan Magister Komunikasi Politik Universitas Indonesia ini menyadari, budaya patriarki di berbagai daerah di Indonesia masih kental dan kuat. Perempuan masih dianggap sebagai kelas kedua dari sisi perannya setelah laki-laki.
"Perlu kita sadari sebagian dari kita masih hidup di tengah masyarakat patriarki. Masih banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan, trafficking, dan lainnya. Kompleksitas persoalan perempuan ini menunjukkan gagalnya negara mewujudkan kebahagiaan rakyatnya," tegasnya.
Upaya menuju sebuah tatanan kehidupan yang lebih baik harus terus digulirkan melalui gerakan perempuan di semua lini kehidupan. Pembangunan kapasitas diri perempuan perlu dilakukan dengan selalu mengasah intelektual dan meningkatkan keterampilan yang dimiliki.
"Melihat realitas ini, perempuan harus bangkit. Kebangkitan perempuan harus dengan kualitas dan prestasi. Maka, diperlukan serangkaian aksi demi melampaui sebuah fase kebebasan, kepemimpinan dan keadilan," imbuhnya.
Kandidat Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) PB PMII ini menegaskan bahwa PMII sebagai organisasi kader, tempat bergeraknya kaum intelektual organik yang mempunyai tanggung jawab untuk hadir menyumbangkan pikiran dan bergerak ke lapangan untuk melakukan kerja kritis bagi penguatan peran perempuan untuk membangun peradaban dunia.
"Melalui wadah perempuan PMII, Kopri mempunyai peran penting untuk dapat memberikan solusi atas segala masalah tentang perempuan dan Indonesia sekaligus. Ikhtiar ini sudah dimulai dengan skema kaderisasi yang ada di dalam tubuh PMII. Sehingga nanti, perempuan di PMII akan bisa berteriak dengan lantang dan berani menyatakan, inilah kami wahai Indonesia," pungkasnya. (Kendi Setiawan/Fathoni)