Romo Magnis: Kekerasan di Papua Berlangsung 6 Dekade, Negara Biarkan Aparat Bertindak Tanpa Akuntabilitas
NU Online · Rabu, 10 Desember 2025 | 22:55 WIB
Diskusi Publik Hari HAM Sedunia Mengurai Benang Kusut Problem HAM di Papua yang diselenggarakan PMKRI di Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STF Driyarkara) Frans Magnis-Suseno (Romo Magnis) menyebut bahwa kekerasan terhadap warga Papua masih terus terjadi dan pemerintah belum mengambil langkah tegas untuk menghentikannya. Ia menegaskan, impunitas aparat menjadi akar persoalan yang membuat pelanggaran HAM di Papua terus berulang.
Ia juga mengatakan bahwa kekerasan negara di Papua telah berlangsung lebih dari enam dekade. Menurutnya, situasi tersebut tidak akan berubah selama negara membiarkan aparat bertindak tanpa akuntabilitas.
“Masalah dasar adalah kekerasan yang sudah lebih dari 60 tahun dilakukan oleh pemerintah pusat Indonesia di Papua. Dan satu hal yang harus diakhiri adalah impunitas. Sekarang orang Papua bisa dibunuh tanpa alasan apa-apa,” ujarnya dalam Diskusi Publik Hari HAM Sedunia bertajuk Mengurai Benang Kusut Problem HAM di Papua yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/12/2025).
Romo Magnis mengingatkan kembali kasus pembunuhan aktivis Papua, Theys Eluay, pada 2001. Ia menilai peristiwa tersebut merupakan operasi terencana, namun para pelaku justru hanya mendapat hukuman ringan.
“Theys dibawa, diculik, dan dibunuh Kopassus. Orang-orang yang ada di mobil hanya dihukum satu atau dua tahun. Mereka tentu tidak membunuh dia untuk hal lain selain membungkam Theys,” ucapnya.
Ia menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tidak mengambil tindakan berarti untuk memastikan pelanggaran serupa tidak terulang.
"Pemerintah tidak berbuat apa-apa. Akhirnya sekarang, terjadi lagi, orang Papua dibunuh dan tidak terjadi apa-apa,” tambahnya.
Menurut Romo Magnis, pembunuhan terhadap warga Papua merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Karena itu, negara wajib menindak setiap tindakan yang merenggut nyawa warga sipil.
“Ketika orang Papua dibunuh, itu adalah pembunuhan yang harus ditindak oleh negara. Hal itu jelas diatur dalam undang-undang dan hukum hak asasi manusia,” ujarnya.
Ia mendorong pemerintah membuka ruang perundingan dengan seluruh pihak yang terkait, dan proses dialog tersebut harus dilakukan secara bebas tanpa intimidasi. Menurutnya, hanya dengan pendekatan keadilan dan kesetaraan, konflik di Papua dapat diselesaikan secara bermartabat.
Romo Magnis menambahkan bahwa seluruh masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk berpihak pada mereka yang tertindas. Ia berharap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Papua aktif mendukung perjuangan warga setempat untuk mendapatkan kedudukan yang setara.
“Saya harap pemerintah, baik pemerintah lokal di Papua maupun pemerintah Indonesia, mendukung perjuangan rakyat Papua untuk mendapatkan kedudukan yang wajar, sama seperti penduduk provinsi lain,” ujarnya.
Terpopuler
1
KH Zulfa Mustofa Jadi Pj Ketua Umum PBNU Kelompok Sultan
2
KH Zulfa Mustofa Jadi Pj Ketum PBNU Kelompok Sultan, Nyai Machfudhoh: Demi Menyelamatkan NU
3
PBNU Terbitkan Surat Undangan Rapat Syuriyah-Tanfidziyah, Tembusan ke Rais Aam
4
PWNU–PCNU Se-Indonesia Ikuti Keputusan Mustasyar di Tebuireng terkait Persoalan di PBNU
5
Dua Pihak di PBNU: Kelompok Sultan dan Kelompok Kramat
6
Peserta Rapat Pleno PBNU Kelompok Sultan Mulai Berdatangan
Terkini
Lihat Semua