Nasional

Sampaikan Orasi Kemerdekaan, Alissa Wahid Singgung Baliho Elite Politik

Selasa, 17 Agustus 2021 | 09:00 WIB

Sampaikan Orasi Kemerdekaan, Alissa Wahid Singgung Baliho Elite Politik

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. (Foto: tangkapan layar Youtube Gusdurian TV)

Jakarta, NU Online

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menuturkan perbedaan para pemimpin di medan perjuangan pada 1945 dalam melawan penjajah dengan para pemimpin bangsa saat ini, ketika bangsa Indonesia harus berjibaku melawan bencana Covid-19. Ia menyinggung berbagai atraksi dari para elit politik saat ini, termasuk pemasangan baliho di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah. 


Menurut Alissa, baliho-baliho wajah para tokoh nasional itu menggambarkan soal pragmatisme terhadap kepentingan politik membuat mereka merasa takut rakyat melupakan wajahnya. Alissa mengutip ungkapan Buya Syafii Ma'arif yang menyebut bahwa negeri ini surplus politisi minim negarawan.


Hal itu diungkapkan Alissa saat menyampaikan Orasi Kemerdekaan dalam gelaran Upacara Virtual Jaringan Gusdurian bersama para penggerak dan aktivis lintas iman untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-76 RI, yang disiarkan langsung melalui Kanal Youtube Gusdurian TV, Selasa (17/8/2021).


“Pada 1945, dalam situasi penuh ketidakpastian, ketidaksiapan, ketidaknyamanan, dan di tengah perbedaan pandangan, para pemimpin kita ikhlas bersepakat untuk melahirkan republik Indonesia dengan mengesampingkan kepentingan kelompoknya, lalu bahu-membahu merawat bayi republik,” tutur Alissa.


Pada masa-masa perjuangan itu, Yogyakarta menyumbangkan tempat saat ibukota harus mengungsi. Sementara Aceh memberikan sumbangan sumberdaya saat Indonesia tidak punya apa-apa. Bahkan para santri di bawah komando Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dengan bermodal semangat hubbul wathan minal iman berperan dalam memperjuangkan Indonesia dari serbuan tentara sekutu. 


“Namun kali ini, sebagian besar elit bangsa sepertinya memiliki prioritas yang berbeda dengan para pemimpin bangsa tahun 1945. Alih-alih memusatkan sumberdayanya untuk berkontribusi menghadapi pandemi, kita justru disuguhi berbagai aksi yang memprihatinkan,” jelas putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.


Ia menyebutkan beberapa aksi yang memprihatinkan itu. Di antaranya, pernyataan pejabat yang meremehkan pandemi, pernyataan antarpejabat yang saling menegasikan, kebijakan pemerintah daerah yang tidak selaras dengan pemerintah pusat, korupsi data pandemi hanya untuk mempersolek diri di mata publik pemilihnya. 


“Ada bansos yang dikorupsi, ada kehebohan Yang Mulia Wakil Rakyat yang menuntut perlakuan istimewa seperti RS khusus untuk wakil rakyat dan fasilitas isolasi mandiri di hotel ketika rakyat yang diwakilinya harus mencari tempat karena diusir dari kampungnya, hanya karena stempel positif Covid-19. Ada juga upaya memanfaatkan bencana untuk mengejar agenda-agenda oligarki,” terang Alissa. 


Ditegaskan, rasa prihatin harus ditumbuhkan tidak hanya demi menghormati jutaan jiwa yang terdampak pandemi, tetapi juga tidak pantas menggelar pesta kemerdekaan. Sebab, tahun ini seluruh elemen bangsa harus belajar lebih banyak tentang pekerjaan rumah yang masih jauh dari cita-cita membangun negeri yang adil, makmur, sentosa. 


“Tahun ini, kita perlu memperingati kemerdekaan dengan menghaturkan kemerdekaan kepada pahlawan Indonesia hari ini. Tanpa mereka yang berada di garis kritis pandemi, entah bagaimana kondisi rakyat kita. Orang yang sakit tidak akan tertolong, yang membutuhkan bantuan takkan terlayani, yang bersedih tdak akan yang menemani,” katanya. 


Peringatan kemerdekaan tahun ini, lanjut Alissa, harus dilakukan dengan menata hati dan diri, lalu bersiap untuk menata langkah. Kemudian, ia mengajak untuk sama-sama melangitkan doa dengan tujuan untuk memperkuat nurani dan keutuhan jiwa. 


“Tidak perlu bertekad untuk menjadi pahlawan negara. Hanya perlu memantapkan hati untuk berkhidmah pada bangsa, untuk Indonesia kuat, untuk Indonesia sehat. Sebagai para penerus perjuangan Gus Dur, kita telah diberi inspirasi untuk tidak berhenti mencintai Indonesia. Kita telah diberi inspirasi untuk bergerak demi bangsa Indonesia,” tegas Alissa. 


“Kita telah diberi inspirasi untuk memberi, tidak hanya mengambil dan menerima dari pertiwi. Kita telah diberi inspirasi untuk bertindak, tidak hanya berpikir dan berbicara. Kita telah diberi inspirasi agar berjuang untuk cita-cita kita. Kita telah diberi inspirasi untuk tidak mengharap imbalan selain dari tujuan perjuangan itu sendiri,” tambahnya.


Untuk diketahui, acara yang diikuti seluruh koordinator dan penggerak Gusdurian se-Indonesia ini diisi oleh pembacaan puisi kemerdekaan yang disampaikan putri bungsu Gus Dur Inaya Wulandari Wahid dan ditutup dengan pembacaan doa kemerdekaan dari para tokoh lintas iman. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad