Yenny Wahid menjelaskan bahwa kemerdekaan adalah hak setiap orang dalam mengatur diri untuk hidup sesuai dengan apa yang menjadi fitrahnya. (Foto: Instagram @yennywahid)
Ahmad Naufa
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (PP Muslimat NU) Zannuba Ariffah Chapsoh atau yang lebih dikenal Yenny Wahid menyampaikan makna kemerdekaan di momentum Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 kemerdekaan Republik Indonesia.
"Hakikat kemerdekaan pada esensinya, semua manusia itu bisa mencari kebahagiaannya dalam hidup, sampai akhirnya nanti mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat," tutur Yenny, dalam diskusi daring bertajuk Gus Dur dan Kemerdekaan di Era Disrupsi yang disiarkan akun instagram @wahidfoundation, Senin (16/8/2021) sore.
Cicit pendiri NU itu menjelaskan bahwa kemerdekaan adalah hak setiap orang dalam mengatur diri untuk hidup sesuai dengan apa yang menjadi fitrahnya. "Hak-hak dasar yang memang diberikan oleh Tuhan itu bisa kita miliki, kita bisa melakukan itu semua, itu kemerdekaan," ungkapnya.
Dalam paparannya, Yenny menyebut bahwa kemerdekaan adalah ketika kita punya hak untuk bisa meraih kebahagiaan, tidak dijajah, tidak dipersekusi, tidak diancam dan tidak diserang, terutama dalam hal keyakinan. Selain itu, hak untuk mencari nafkah dan kesejahteraan dengan baik juga termasuk kemerdekaan.
Tak hanya itu, istri Dhohir Farisi ini juga menyebut kemerdekaan adalah ketika kita bisa menyuarakan isi hati dengan tanpa menyakiti hati orang lain. "Kita punya hak untuk bisa menyuarakan apa yang menjadi pikiran kita, tapi dengan cara yang baik, itu kemerdekaan," kata alumnus Universitas Harvard, Boston, itu, menjelaskan.
Peran orang tua
Anik Nur Qomariyah, moderator diskus tersebut menanyakan kepada perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974 itu, tentang bagaimana KH Abdurrahman wahid atau Gus Dur membagun sikap merdeka kepada anak-anaknya?
"Gus Dur membebaskan kita menjadi diri kita sendiri," ungkap Direktur Wahid Foundation.
Dalam mendidik sikap merdeka, lanjutnya, Gus Dur hanya memberikan rambu-rambu dan mengajarkan konsekuensi. Selain itu, andil sang ibu yaitu Ny Hj Sinta Nuriyah juga berperan besar dalam mendidik dirinya dan adik-adiknya.
"Beliau juga mengajarkan kemerdekaan itu artinya bahwa kita harus mandiri dalam kehidupan," aku Yenni.
Ia menyebut, ibunya dulu adalah seorang pejuang rumah tangga. "Dalam artian, beliau juga ikut mencari nafkah, beliau juga orang yang mandiri secara finansial. Bahkan kalau enggak ada support-nya ibu saya, mungkin Gus Dur susah jadi aktivis politik, karena ibu saya yang cari uang," tuturnya.
Bagi Yenny, kedua orang tuanya punya andil besar dalam membebaskan anak-anaknya untuk berkreasi dan menjadi diri sendiri dengan tetap membekali nilai-nilai dasar. "Yaitu kita harus memperhatikan kepentingan orang lain, bukan cuma kepentingan diri kita saja yang kita dahulukan," ungkapnya.
Jika menginginkan sesuatu, lanjutnya, jangan sampai melanggar hak orang lain dan maunya menang sendiri. "Ada bagian orang lain dari setiap hal yang menjadi bagian kita. Itu yang diajarkan," imbuh Yenny.
Selain itu, kedua orang tuanya juga mengajarkan untuk senantiasa melayani publik, tidak hanya melayani kepentingan diri sendiri.
"Ibu saya juga mengajarkan kemandirian, ketangguhan sebagai seorang perempuan ketangguhannya luar biasa. Itu semua yang membentuk kita, anak-anaknya. Jadi Bapak dan Mama, dua-duanya punya peran besar," pungkas perempuan yang identik dengan jilbab khas Nusantara.
Kontributor: Ahmad Naufa Kh. F.
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua