Batam, NU Online
Majelis Ulama Indonesia Kepulauan Riau mengungkapkan bahwa Soekarno ditetapkan sah sebagai presiden Indonesia atas peran ulama. Pada awal-awal kemerdekaan, tidak sedikit pihak yang menganggap bahwa Sukarno tidak sah menjadi presiden. Pasalnya, proses pengangkatan Soekarno tidak melalui pemilihan, tetapi hanya dengan penunjukkan.
Demikian dikemukakan Wakil Ketua Umum MUI Kepulauan Riau H Bambang Maryono pada acara dialog nasional keagamaan dan kebangsaan dengan tajuk Merawat Kebinekaan Memprkokoh Wawasan Islam Wasathiyah dalam Kerangka NKRI di Hotel Nagoya Plasa Batam, Kepulauan Riau, Kamis (18/7).
Menyikapi anggapan tersebut, para ulama pun kemudian berembug. Hasil dari pertemuan ulama menyatakan bahwa Soekarno sah menjadi presiden dengan sebutan waliyul amri dharuri bissyaukah. Alasannya, jika kepemimpinan Soekarno tidak sah, maka segala praktik keagamaan yang telah dijalankan Kementerian Agama berarti hukumnya juga tidak sah.
“Kalau KUA-nya tidak sah, yang nikah pun tidak sah,” katanya.
Kasus lain yang ia contohkan, ialah tentang puisi ‘Ibu Indonesia’ karya Sukmawati Soekarno Putri yang menimbulkan kecaman dari sejumlah kelompok umat Islam. Puisi Sukmawati dinilai menistakan agama karena membandingkan azan dan kidung Pancasila.
Atas kasus itu, Sukmawati mendatangi MUI dan bertemu langsung dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin. Pada pertemuan itu, Sukmawati meminta maaf atas puisinya. Kemudian Kiai Ma’ruf Amin pun memberikan maaf karena cara berpikir MUI ialah mendamaikan. Namun, pemberian maaf Kiai Ma’ruf kepada Sukmawati juga tidak luput dari protes.
Ia menyatakan, Kiai Ma’ruf memberikan maaf dengan mendasarkan pada kaidah ushul fiqih “salah dalam memberikan maaf itu lebih baik daripada salah dalam memberikan hukuman”.
Menurutnya, kasus pemberian hukuman pernah melanda seorang sahabat bernama Usamah bin Zaid. Usamah membunuh seorang kafir Quraish bernama Mirdas bin Nahik dari Bani Salim. Padahal Mirdas baru saja membaca dua kalimat syahadat.
Usamah beranggapan bahwa tinakannya dilakukan karena Mirdas hanya pura-pura masuk Islam agar tidak dibunuh. Mengetahui hal itu, Nabi pun marah kepada Usamah karena menghukumi persoalan yang belum tahu kebenarannya.
“Makanya Pak Kiai Ma’ruf pada saat itu memaafkan,” ucapnya. (Husni Sahal/Fathoni)